20 April, 2009

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA "Manihot Esculenta" Oleh : Rizky Yulion Putra Sekolah tinggi ilmu farmasi padang 2007/2008

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan beraneka ragam flora dan fauna. Keanekaragaman ini (terutama tumbuhan) mengundang pehatian banyak orang untuk memilih jalur alternatif dalam pengobatan, mengingat terlalu banyak efek samping dari produk obat-obatan sintetis. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kecenderungan masyarakat memilih produk yang alamiah, maka semakin gencar penelitian tentang kandungan-kandungan kimia penting dalam tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan dalam pengembangan obat baru. Penelitian biasanya menggunaan metoda analisis fitokimia, dimana metoda ini membahas secara sistematis tentang berbagai senyawa kimia, terutama dari golongan senyawa organik yang tedapat dalam tumbuhan, proses biosintesis metabolisme, dan perubahan-perubahan lain yang terjadi pada senyawa kimia tersebut beserta sebaran dan fungsi biologisnya.

Senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan merupakan hasil metabolisme dari tumbuhan itu sendiri. Dari hasil penelitian banyak ahli tak jarang senyawa kimia ini memiliki efek fisiologi dan farmakologi yang bermanfaat bagi manusia. Senyawa kimia tersebut lebih dikenal dengan senyawa metabolit sekunder yang merupakan hasil dari penyimpangan metabolit primer tumuhan. Senyawa tersebut adalah golongan alkaloid, steroid, terpenoid, fenol, flavonoid, dan saponin.

Dalam uji fitokimia dapat dilakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap senyawa aktif metabolit sekunder tersebut, sehingga potensi relatif dari masing-masing tanaman dapat diukur.

Pada masa lalu manusia juga telah mengenal pengobatan dari bahan alami, walau pengetahuan mereka tentang khasiat dari tumbuhan tersebut hanya sebatas pengalaman dan tradisi tanpa ada pembuktiannya secara klinis. Walaupun demikian pengobatan seperti ini masih digunakan sampai sekarang. Pengobatan dengan cara demikian dikenal dengan pengobatan tradisional. Pada ramuan obat tradisional bahan-bahannya berasal dari tanaman baik berupa akar, batang, daun, maupun bunga atau dapat juga berasal dari hewan dan bahan-bahan mineral.

Banyak faktor yang mempengaruhi kandungan kimia dalam tanaman, seperti kesuburan tanah tempat tumbuh (kandungan zat makanan), iklim lingkungan, waktu panen, umur, cara pengolahan dan sebagainya. Sehingga pengolahannya memerlukan perlakuan khusus, selain keseragaman dosis juga perlu adanya standarisasi agar manfaat dan keamanannya dapat diperhitungkan layaknya obat-obatan modern.

Obat-obatan tradisional dapat dogolongkan menjadi, jamu dimana khasiatnya hanya berdasarkan pengalaman tanpa adanya pengujian baik klinis maupun praklinis, herbal terstandar dimana efek farmakologinya telah melalui uji praklinis dan fitofarmaka dimana efek farmakologinya telah melalui uji klinis.







2.2.4 tinjauan botani : Manihot Esculenta
Klasifikasi Ilmiah

Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Euphorbiaceae
Subfamili : Crotonoideae
Bangsa : Manihoteae
Genus : Manihot
Spesies : M. esculenta


Nama daerah :
Cassava (Inggris), Kasapen, sampeu, kowi dangdeur (Sunda); Ubi kayu, singkong, ketela pohon (Indonesia); Pohon, bodin, ketela bodin, tela jendral, tela kaspo (Jawa);

Morfologi
Ubi kayu (manihot esculenta) termaasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah patah). Ubi kayu berbatang bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1-4 meter. Pemeliharaannya mudah dan produktif. Ubi kayu dapat tumbuh subur di daerah yang berketinggian 1200 meter di atas permukaan air laut. Daun ubi kayu memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah.

Sejarah dan pengaruh ekonomi
Jenis singkong Manihot esculenta pertama kali dikenal di Amerika Selatan kemudian dikembangkan pada masa pra-sejarah di Brasil dan Paraguay. Bentuk-bentuk modern dari spesies yang telah dibudidayakan dapat ditemukan bertumbuh liar di Brasil selatan. Meskipun spesies Manihot yang liar ada banyak, semua varitas M. esculenta dapat dibudidayakan.
Produksi singkong dunia diperkirakan mencapai 184 juta ton pada tahun 2002. Sebagian besar produksi dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia.
Singkong ditanam secara komersial di wilayah Indonesia (waktu itu Hindia Belanda) pada sekitar tahun 1810[1], setelah sebelumnya diperkenalkan orang Portugis pada abad ke-16 ke Nusantara dari Brasil.


Khasiat :
Reumatik, Demam, Sakit kepala, Diare, Cacingan, Mata kabur; Nafsu makan, Luka bernanah, Luka baru kena panas;

1. Reumatik
a. Bahan: 5 lembar daun ubi kayu, 1/4 sendok kapur sirih.
Cara membuat: kedua bahan tersebut ditumbuk halus.
Cara menggunakan: digunakan sebagai bedak/bobok pada
bagian yang sakit.

b. Bahan: 1 potong batang ubi kayu.
Cara membuat : direbus dengan 5 gelas air sampai mendidihhingga tinggal 4 gelas, kemudian disaring untuk diambil airnya.
Cara menggunakan : diminum 2 kali sehari, pagi dan sore.

2. Demam
a. Bahan: 1 potong batang daun ubi kayu.
Cara membuat: direbus dengan 3 gelas air sampai mendidih, kemudian disaring untuk diambil airnya. Cara menggunakan: diminum 2 kali sehari, pagi dan sore.

b. Bahan: 3 lembar daun ubi kayu.
Cara membuat: ditumbuk halus.
Cara menggunakan: dipergunakan sebagai kompres.

3. Sakit Kepala
Bahan: 3 lembar daun ubi kayu.
Cara membuat: ditumbuk halus.
Cara menggunakan: dipergunakan sebagai kompres.

4. Diare
Bahan: 7 lembar daun ubi kayu.
Cara membuat: direbus dengan 4 gelas air sampai mendidih hingga tinggal 2 gelas, kemudian disaring untuk diambil airnya.
Cara menggunakan: diminum 2 kali sehari, pagi dan sore. Bila anak yang masih menyusui yang kena diare, ibunya yang meminum.

5. Mengusir cacing perut
Bahan: kulit batang ubi kayu secukupnya.
Cara membuat: direbus dengan 3 gelas air sampai mendidih hingga tinggal 1 gelas, kemudian disaring untuk diambil airnya.
Cara menggunakan: diminum menjelang tidur malam.

6. Mata sering kabur
Bahan: daun ubi kayu secukupnya.
Cara membuat: direbus, diberi bumbu garam dan bawang putih secukupnya.
Cara menggunakan: dimakan bersama nasi setiap hari.

7. Menambah nafsu makan
Bahan: daun ubi kayu secukupnya.
Cara membuat: direbus, diberi bumbu garam dan bawang putih secukupnya.
Cara menggunakan: dimakan bersama nasi dan sambal tomat.

8. Luka bernanah
a. Bahan: batang daun ubi kayu yang masih muda.
Cara membuat: ditumbuk halus.

b. Bahan: 1 potong buah ubi kayu.
Cara membuat: diparut.
Cara menggunakan: dibobokan pada bagian tubuh yang luka

9. Luka baru kena barang panas (mis. knalpot)
Bahan: 1 potong buah ubi kayu.
Cara membuat: diparut dan diperas untuk diambil airnya, dan dibiarkan beberapa saat sampai tepung (patinya = jawa) mengendap.
Cara menggunakan: tepung (pati) dioleskan pada bagian tubuh yang luka.


KANDUNGAN KIMIA
Ubi kayu mempunyai komposisi kandungan kimia ( per 100 gram ) antara lain : - Kalori 146 kal - Protein 1,2 gram - Lemak 0,3 gram - Hidrat arang 34,7 gram - Kalsium 33 mg - Fosfor 40 mg - Zat besi 0,7 mg Buah ubi kayu mengandung ( per 100 gram ) : - Vitamin B1 0,06 mg - Vitamin C 30 mg - dan 75 % bagian buah dapat dimakan. Daun ubi kayu mengandung ( per 100 gram ) : - Vitamin A 11000 SI - Vitamin C 275 mg - Vitamin B1 0,12 mg - Kalsium 165 mg - Kalori 73 kal - Fosfor 54 mg - Protein 6,8 gram - Lemak 1,2 gram - Hidrat arang 13 gram - Zat besi 2 mg - dan 87 % bagian daun dapat dimakan. Kulit batang ubi kayu mengandung tanin, enzim peroksidase, glikosida dan kalsium oksalat.




2.2. TINJAUN FITOKIMIA
2.2.1 ALKALOIDA
Dalam dunia medis, istilah alkaloid telah lama menjadi bagian penting dan tak terpisahkan dalam penelitian yang telah dilakukan selama ini, baik untuk mencari senyawa alkaloid baru ataupun untuk penelusuran bioaktifitas. Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu.
Berdasarkan literatur, diketahui bahwa hampir semua alkaloid di alam mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu pada mahluk hidup. Sehingga tidaklah mengherankan jika manusia dari dulu sampai sekarang selalu mencari obat-obatan dari berbagai ekstrak tumbuhan. Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion.
Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Dewasa ini telah ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan dengan berbagai variasi struktur yang unik, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit.
Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.
Tantangan dalam penelitian di bidang alkaloid, semakin lama semakin menarik dan dengan tingkat kesukaran yang rumit. Hal ini didasarkan pada fenomena bahwa jumlah alkaloid dalam tumbuhan berada dalam kadar yang sangat sedikit (kurang dari 1%) tetapi kadar alkaloid diatas 1% juga seringkali dijumpai seperti pada kulit kina yang mengandung 10-15% alkaloid dan pada Senecio riddelii dengan kadar alkaloid hingga 18%. Selain kadar yang kecil, alkaloid juga harus diisolasi dari campuran senyawa yang rumit. Proses isolasi, pemurnian, karakterisasi, dan penentuan struktur ini membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang tentunya memerlukan waktu yang lama untuk mendalaminya.
Tantangan berikutnya dalam penelitian setelah ditemukan senyawa alkaloid murni dan diketahui strukturnya, adalah dengan melakukan uji aktivitas biologi terutama untuk aplikasi farmakologi dan bioinsektisida. Setelah diketahui aktivitas biologinya, kemudian dilanjutkan dengan mempelajari studi molekular (uji klinis) lebih lanjut senyawa tersebut bagi organisme (terutama manusia). Seandainya alkaloid yang diteliti, memiliki kelayakan sebagai obat, maka tantangan lain bagi para peneliti adalah mensintesis senyawa tersebut, terutama untuk mencari jalur sintesis yang sederhana dan murah, sehingga dengan sintesis dapat menyediakan pasokan alternatif obat semacam itu yang sering sukar diperoleh dari sumber alam.
dalam bidang pengembangan ilmu alkaloid tidak berhenti sampai disini saja, adanya resistensi atau adanya efek ketagihan terhadap obat, menyebabkan para peneliti kembali disibukkan untuk mencari obat lain, yang salah satunya adalah dengan meneliti turunan-turunan senyawa yang berkhasiat tersebut.
Penelitian di bidang kimia alkaloid tiap tahun selalu berkembang pesat. Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah, merupakan gudang bagi tersedianya senyawa-senyawa alkaloid yang berkhasiat, yang siap untuk dieksplorasi dan dieksploitasi oleh para ilmuwan. Dalam usaha mengeksplorasi dan memanfaatkan senyawa alkaloid ini, perlu ditopang oleh paling tidak oleh tiga pihak yang berkerjasama yaitu pemerintah, dunia industri, dan para ilmuwan. Untuk itu perlu adanya kesamaan persepsi bahwa penelitian adalah investasi. Dengan kesamaan persepsi ini, diharapkan penelitian para ilmuwan tidak mentok pada tahap publikasi ilmiah saja tetapi sampai pada paten dan aplikasi langsung bagi masyarakat.
’’Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung atom nitrogen yang tersebar secara terbatas pada tumbuhan. Alkaloid kebanyakan ditemukan pada Angiospermae dan jarang pada Gymnospermae dan Cryptogamae. Senyawa ini cukup banyak jenisnya dan terkadang memiliki struktur kimia yang sangat berbeda satu sama lain, meskipun berada dalam satu kelompok.
Klasifikasi
Pengelompokan alkaloid biasanya didasarkan pada prekursor pembentuknya. Kebanyakan dibentuk dari asam amino seperti lisin, tirosin, triptofan, histidin dan ornitin. Sebagai contoh, nikotin dibentuk dari ornitin dan asam nikotinat.
Beberapa kelompok alkaloid disajikan dalam tulisan ini. Diantaranya adalah kelompok alkaloid benzil isoquinon, seperti: papaverin, berberin, tubokurarin dan morfin. Jenis alkaloid yang banyak terdapat pada famili Solanaceae, tergolong ke dalam kelompok alkaloid tropan, seperti: atropin, yang ditemukan pada Atropa belladona dan skopolamin. Kokain yang berasal dari tumbuhan koka, Erythroxylon coca, juga termasuk ke dalam kelompok ini, meskipun koka tidak termasuk anggota famili Solanaceae.
Alkaloid dengan struktur inti berupa indol, dikelompokkan sebagai alkaloid indol, seperti: strikhnin dan quinin yang berasa pahit dan merupakan senyawa penolak makan bagi serangga. Kelompok alkaloid pirrolizidin merupakan ester alkaloid pada genus Senecio, seperti: senecionin. Kelompok lain dari alkaloid yang berasal asam amino lisin adalah quinolizidin yang sering disebut sebagai alkaloid lupin karena banyak terdapat pada genus Lupinus. Alkaloid polihidroksi memiliki stereokimia yang mirip dengan gula, sehingga mengganggu kerja enzim glukosidase. Kelompok alkaloid polihidroksi merupakan penolak makan bagi serangga. Beberapa jenis alkaloid merupakan derivat dari asam nikotinat, purin, asam antranilat, poliasetat dan terpenes. Mereka dikelompokkan ke dalam alkaloid purin, seperti: kafein.

2.2.2 SAPONIN
Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari metabolisme tumbuh-tumbuhan. Ke-mungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap seranga serangga.
Sifat-sifat Saponin adalah:
1)Mempunyai rasa pahit
2)Dalam larutan air membentuk busa yang stabil
3)Menghemolisa eritrosit
4)Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
5)Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksi steroid lainnya
6)Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
7)Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula empiris yang mendekati.

Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan permukaan (surface tension). Dengan hidrolisa lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (hexose, pentose dan saccharic acid).
Berdasarkan atas sifat kimiawinya, saponin dapat dibagi dalam dua kelompok:
1)Steroids dengan 27 C ¬ atom.
2)Triterpenoids, dengan 30 C ¬ atom.



Macam-macam saponin berbeda sekali komposisi kimiawinya, yaitu berbeda pada aglikon (sapogenin) dan juga karbohidratnya, sehingga tumbuh-tumbuhan tertentu dapat mempunyai macam-macam saponin yang berlainan, seperti:
•Quillage saponin : campuran dari 3 atau 4 saponin
•Alfalfa saponin : campuran dari paling sedikit 5 saponin
•Soy bean saponin : terdiri dari 5 fraksi yang berbeda

dalam sapogenin, atau karbohidratnya, atau dalam kedua-duanya. Kematian pada ikan, mungkin disebabkan oleh gangguan pernafasan. Ikan yang mati karena racun saponin, tidak toksik untuk manusia bila dimakan. Tidak toksiknya untuk manusia dapat diketahui dari minuman seperti bir yang busanya disebabkan oleh saponin.

Contoh glikosida lain adalah tioglikosida dan bensiltioglikosida. Bila dihidrolisa dengan enzim menghasilkan tiosianat, isotiosianat dan bensilsianat yang merupakan racun dan mempunyai sifat antitiroid. Zat-zat toksik tersebut ada pada bawang, selada air, kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang kedele dan juga pada macam-macam kol.

2.2.3 FLAVANOIDA
Flavanoids ditemukan di dalam tingkatan-tingkatan yang sangat tinggi di dalam buah apel, bawang-bawang dan teh. Teh Hijau (dan White teh) mempunyai kedua-duanya ditemukan untuk berisi sejumlah pengecualian dari flavanoids, karenanya mengapa mereka dianggap untuk memiliki kekayaan kesehatan promosional. Buah tomat adalah juga suatu sumber kaya dari terutama sekali flavanoids dan studi-studi terbaru sudah mengusulkan bahwa karena jumlah maksimum mempengaruhi buah tomat itu harus dimasak.
flavonoid disatukan melalui jalan kecil phenylpropanoid-acetate di dalam semua tumbuhan yang lebih tinggi. Itu bertanggung jawab atas banyak aktivitas biologi yang termasuk pigmen-pigmen, anti oksidatif atau agen-agen alergi anti, dan unsur-unsur pemberian isyarat di dalam formasi bongkol yang kecil-kecil. Beberapa di antara mereka adalah sungguh terbiasa di dalam hidup kita(kami yang sehari-hari.

2.2.4 TERPENOID
Terpena merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya. Pada tumbuhan, senyawa-senyawa golongan terpena dan modifikasinya, terpenoid, merupakan metabolit sekunder. Terpena dan terpenoid dihasilkan pula oleh sejumlah hewan, terutama serangga dan beberapa hewan laut. Di samping sebagai metabolit sekunder, terpena merupakan kerangka penyusun sejumlah senyawa penting bagi makhluk hidup. Sebagai contoh, senyawa-senyawa steroid adalah turunan skualena, suatu triterpena; juga karoten dan retinol. Nama "terpena" (terpene) diambil dari produk getah tusam, terpentin (turpentine).
terpenoid, kadang-kadang dikenal sebagai isoprenoids, adalah suatu besar dan kelas berbeda secara alami?tentu saja terjadi bahan-kimia organik serupa dengan terpena, yang berasal dari lima unit-unit isoprena karbon merakit dan memodifikasi di dalam ribuan jalan?cara. Yang paling adalah multicyclic struktur-struktur itu berbeda dengan satu sama lain tidak hanya di dalam golongan fungsional tetapi juga di dalam tulang;rangka-tulang;rangka karbon yang dasar mereka. Lipid-lipid ini dapat ditemukan di dalam semua kelas dari makhluk hidup, dan adalah yang paling besar kelompok terpenoid productsPlant alami(wajar digunakan secara ekstensif untuk kualitas mereka yang berbau harum. Mereka berperanan dalam jamu tradisional dan di bawah penyelidikan untuk anti bakteri, antineoplastik, dan fungsi-fungsi berkenaan dengan farmasi lain. Terpenoid berperan untuk bau harum dari pohon kayu putih, selera-selera dari kayu manis, cengkih-cengkih, dan jahe, dan warna dari bunga-bunga yang kuning. Terpenoid terkenal termasuk sitral, mentol, kapur barus, Salvinorin A di dalam tumbuhan Salvia divinorum, dan kanabinoid-kanabinoid menemukan di steroid-steroid CannabisThe dan sterol-sterol di dalam binatang-binatang secara biologic dihasilkan dari pendahuluan, tanda terpenoid. Kadang-kadang terpenoid ditambahkan kepada protein-protein, eg., untuk meningkatkan pemasangan mereka kepada selaput sel; hal ini dikenal sebagai isoprenylation.
Terpenoid merupakan kelompok metabolit sekunder terbesar. Saat ini hampir dua puluh ribu jenis terpenoid telah teridentifikasi. Kelompok ini merupakan derivat dari asam mevalonat atau prekursor lain yang serupa dan memiliki keragaman struktur yang sangat banyak. Struktur terpenoid merupakan satu unit isopren (C5H8) atau gabungan lebih dari satu unit isopren (Tabel 2), sehingga pengelompokannya didasarkan pada jumlah unit isopren penyusunnya.
Monoterpenoid umumnya bersifat volatil dan biasanya merupakan penyusun minyak atsiri. Monoterpenoid memberikan aroma yang khas pada tumbuhan. Monoterpenoid dikelompokkan sebagai a). asiklik, contoh: geraniol, b). monosiklik, contoh: limonene dan c). bisiklik, contoh: pinene. Untuk mencegah terjadinya keracunan diri (autotoxicity), tumbuhan membentuk tempat penyimpanan khusus.

Kelompok terbesar dari terpenoid adalah sesquiterpen yang juga merupakan penyusun minyak atsiri. Contoh yang cukup dikenal dari kelompok ini adalah poligodial dan warburganal yang merupakan zat penolak makan berbagai jenis serangga.
Diterpenoid, seperti asam resin (misalnya: asam abietat) dari tumbuhan keluarga pinus-pinusan dan klerodan (misalnya: ajugarin dari tumbuhan Ajuga remota) merupakan zat penolak makan bagi serangga.
Triterpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang tersebar luas dan beragam. Perwujudan dari senyawa ini dapat berupa resin, kutin maupun semacam gabus. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah limonoid (misalnya: azadirachtin), lantaden, dan cucurbitacin (misalnya: cucurbitacin B). Azadirachtin terkenal sebagai zat penolak makan yang sangat kuat bagi serangga. Demikian juga dengan cucurbitacin.


2.2.5 Fenolik
Fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada tumbuhan. Fenolik memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksi (OH-) dan gugus-gugus lain penyertanya. Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya, fenol. Senyawa fenol kebanyakan memiliki gugus hidroksi lebih dari satu sehingga disebut sebagai polifenol
Kelompok terbesar dari senyawa fenolik adalah flavonoid, yang merupakan senyawa yang secara umum dapat ditemukan pada semua jenis tumbuhan. Biasanya, satu jenis tumbuhan mengandung beberapa macam flavonoid dan hampir setiap jenis tumbuhan memiliki profil flavonoid yang khas. Kerangka penyusun flavonoid adalah C6–C3–C6. Inti flavonoid biasanya berikatan dengan gugusan gula sehingga membentuk glikosida yang larut dalam air. Pada tumbuhan, flavonoid biasanya disimpan dalam vakuola sel.
Secara umum, flavonoid dikelompokkan lagi menjadi kelompok yang lebih kecil (sub kelompok), yaitu: (1) flavon, contoh: luteolin, (2) flavanon, contoh: naringenin, (3) flavonol, contoh: kaempferol, (4) antosianin dan (5) calkon.

Beberapa jenis flavon, flavanon dan flavonol menyerap cahaya tampak, sehingga membuat bunga dan bagian tumbuhan yang lain berwarna kuning atau krem terang. Sedangkan jenis-jenis yang tidak berwarna merupakan zat penolak makan bagi serangga (contoh: katecin) ataupun merupakan racun (contoh: rotenon). Rutin, yang merupakan glikosida flavonol yang tersebar di hampir semua jenis tumbuhan, juga merupakan zat penolak makan yang kuat bagi serangga polifagus, seperti Schistocerca americana. Sementara itu paseolin, dilaporkan merupakan glikosida flavonol yang paling efektif sebagai zat penolak makan bagi serangga. Pada percobaan dengan kumbang pemakan akar, Costelytra zealandica, paseolin memberikan nilai FD50 yang sangat rendah yaitu 0.03 ppm.Tanin merupakan senyawa polifenol dengan berat molekul antara 500 sampai dengan 20000 dalton. Pada sel tumbuhan, tanin selalu berikatan dengan protein sehingga disebut merupakan zat yang menurunkan nilai nutrisi dari jaringan tumbuhan bagi pemakannya.


III. PROSEDUR KERJA

3.1 Alat
Alat yang digunakan untuk fitokimia adalah lumpang, stamfer, pipet tetes, botol 100 ml, botol 250 ml, penangas air, tabung reaksi, penjepit kayu
.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk fitokimia adalah sampel bayam, pasir, kloform, kloform amoniak, asam sulfat 2N, pereaksi Mayer, aquadest, etanol, larutan besi (III) klorida, asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat, HCL pekat, serbuk logam Mg.

3.3 Uji fitokimia
Kandungan kimia dari tumbuhan yang di peroleh, ada beberapa yang di uji langsung di lapangan, namun sebagian besar di lakukan di laboraturium.

3.3.1. Uji alkaloid dengan metoda Culvernor
Fitsgerald
4 gram sampel dihaluskan di dalam lumpang dengan menambahkan sedikit pasir kemudian tambahkan 10 ml kloform, setelah digiling halus tambahkan 10 ml kloform amoniak 0,05 N, gerus perlahan dan saring larutan dengan saringan kapas, masukan ke dalam tabung reaksi dengan pipet tetes, masukan 10 tetes asam sulfat 2 N, kocok perlahan biarkan memerah, ambil lapisan asam (bagian atas) pindahkan ke tabung reaksi lain kemudian tanbahkan beberapa tetes pereaksi mayer. Reakasi positif dengan adanya kabut putih sampai dengan gumpalan putih.


3.3.2. Uji Steroid, Terpenoid, Saponin dan senyawa
Fenol dengan metoda simes dkk.
4 gram sampel dipotong halus, didihkan dalam 25 ml etanol selama 15 menit, saring dalam keadan panas, biarkan seluruh etanol menguap sampai kering. Tambahkan kloform dan air suling (1:1) sebanyak 5 ml masing-masingnya, kocok kemudian pindahkan dalam sebuah tabung reaksi, biarkan terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air dan lapisan kloroform. Beberapa tetes lapisan air dimasukan ke dalam plat tetes, kemudian tambahkan pereaksi besi (III) klorida. Terbentuknya warna biru menandakan senyawa fenolik. Ambil lapisan kloform dengan pipet yang berisi norit, tampung dalam plat tetes, kemudian keringkan. Tambahkan pereaksi Lieberman Bauchard (H2SO4 p + asam asetat anhidrat). Jika timbul warna merah berarti terpenoid, jika warna hijau atau biru berarti steroid. Sebagian lapisan air dikocok kuat dalam tabung reaksi, terbentuknya busa yang permanen (selama 15 menit) menunjukan adanya saponin.


3.3.3. Uji Flavonoid dengan metoda Sianidin test
4 gram sampel dipotong halus dan didihkan dalam 25 ml etanol, saring selagi panas. Fitrat yang didapat diuapkan sampai setengahnya, kemudian tambahkan HCL pekat 0,1 ml dan serbuk mg. Adanya flavonoid ditandai dengan timbulnya warna merah.






IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL
Hasil yang diperoleh dalam pemeriksaan metabolit sekunder di laboratorium yaitu :
1. Tumbuhan Syzygium Aqueum
2. Tumbuhan Sauropus Androgynus
3. Tumbuhan Gnetum Gnemon
4. Tumbuhan Coffea Robusta
5. Tumbuhan Artocarpus Heterophyllus
6. Tumbuhan Averrhoa Bilimbi

4.2. PEMBAHASAN

Pada praktikum yang telah dilakukan, sampel yang digunakan adalah simplisia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari kuliah lapangan yang dilakukan di Malibo Anai. Sampel yang didapat dalam keadaan segar.
Hasil yang didapat pada pengujian laboratorium mengalami perbedaan dengan yang ada pada literatur. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan dan kerusakan pada reagen ataupun sampel.
Hasil yang didapatkan pada saat pengujian di laboratorium mungkin akan mendapatlan hasil yang negatif palsu. Untuk flafon negatif palsu dapat disebabkan oleh jumlah ekstrak sampelyang terlalu banyakjika dibandingkan dengan HCL pekat, sehingga menyebabkan HCL menjadi encer.pada terpen negative palsu, dapat disebabkan oleh norit yang belum aktif. Sedangkan hasil yang negatif palsu pada saponin yang seringkali ditemulan pada praktikan dapat disebabkan oleh pengeringan etanol yang tidak sempurna.
Pada alkaloid ( walaupun tidak dilaksanakan di laboratorium ) juga bisa mendapatkan hasil yang negatif palsu. Kemungkinan penyebabnya diantaranya, terjadinya kelebihan ataupun kekurangan dalam penambahan pereaksinya, atau kandungan alkaloid yang relatif sedikit yang terdapat pada sampel. Selain negatif palsu juga terdapat positif palsu pada pemeriksaan alkaloid ini. Hal ini dapat disebabkan karna adanya senyawa lain pada alkaloid yang memiliki gugus N, sehingga ia berikatandengan K2HgI4 yang terdapat pada reagen meyerdan memberikan hasil positif dengan adanya kabut putih sampai endapan putih.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan kuliah lapangan yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan pengujian kandungan kimia dari tumbuhan yang diperoleh, dapat disimpulkan :
1. kuliah lapangan dapat menambah pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu yang diperoleh pada perkuliahan
2. pengujian kandungan kimia dapat menggunakan simplisia yang segar ataupun dengan meggunakan simplesia kering.
3. tidak semua senyawa metabolit sekunder terdapat pada tiap tumbuhan, hanya beberapa saja dan tergantung pada beberapa spesies tumbuhan.
4. hasil yang diperoleh ada yang memberikan hasil yang negatif palsu ataupun positif palsu, hal ini bisa saja disebabkan oleh kesalahan pada reagen ataupun dalam mereaksikannya.
5. dari pengujian kandungan kimia yang telah dilakukan di laboratorium, umumnya pada setiap tumbuhan terdapat alkaloid dan senyawa fenolik

5.2 Saran


Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka disarankan untuk memilih bahan yang masih segar, karena kalau bahan yang tidak segar akan menyulitkan kita untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekundernya.
Setiap mahasiswa diwajibkan untuk memahami prosedur kerja dengan baik agar tidak terjadi kesalahan selama praktikum
Harus hati-hati dan teliti dalam mengamati warna, hasilnya, dan penambahan reagen











DAFTAR PUSTAKA

1. www.wikipedia.org / wikipedia indonesia
2. www.iptek.net / Tanaman Obat Indonesia
3. www.medical.com / penanganan tumbuhan obat
4. www.chemestry.com kimiawi
5 www.abtractofdrug.com / abstaract
6. www.rizkyyulion.wordpress.com / article
7. www.wikipedia.com/semua tentang tanaman obat (English)
8. www.tododrug.com / penggunaan obat

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA "Artocarpus Heterophyllus" Oleh : Rizky Yulion Putra Sekolah tinggi ilmu farmasi padang 2007/2008

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan beraneka ragam flora dan fauna. Keanekaragaman ini (terutama tumbuhan) mengundang pehatian banyak orang untuk memilih jalur alternatif dalam pengobatan, mengingat terlalu banyak efek samping dari produk obat-obatan sintetis. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kecenderungan masyarakat memilih produk yang alamiah, maka semakin gencar penelitian tentang kandungan-kandungan kimia penting dalam tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan dalam pengembangan obat baru. Penelitian biasanya menggunaan metoda analisis fitokimia, dimana metoda ini membahas secara sistematis tentang berbagai senyawa kimia, terutama dari golongan senyawa organik yang tedapat dalam tumbuhan, proses biosintesis metabolisme, dan perubahan-perubahan lain yang terjadi pada senyawa kimia tersebut beserta sebaran dan fungsi biologisnya.

Senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan merupakan hasil metabolisme dari tumbuhan itu sendiri. Dari hasil penelitian banyak ahli tak jarang senyawa kimia ini memiliki efek fisiologi dan farmakologi yang bermanfaat bagi manusia. Senyawa kimia tersebut lebih dikenal dengan senyawa metabolit sekunder yang merupakan hasil dari penyimpangan metabolit primer tumuhan. Senyawa tersebut adalah golongan alkaloid, steroid, terpenoid, fenol, flavonoid, dan saponin.

Dalam uji fitokimia dapat dilakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap senyawa aktif metabolit sekunder tersebut, sehingga potensi relatif dari masing-masing tanaman dapat diukur.

Pada masa lalu manusia juga telah mengenal pengobatan dari bahan alami, walau pengetahuan mereka tentang khasiat dari tumbuhan tersebut hanya sebatas pengalaman dan tradisi tanpa ada pembuktiannya secara klinis. Walaupun demikian pengobatan seperti ini masih digunakan sampai sekarang. Pengobatan dengan cara demikian dikenal dengan pengobatan tradisional. Pada ramuan obat tradisional bahan-bahannya berasal dari tanaman baik berupa akar, batang, daun, maupun bunga atau dapat juga berasal dari hewan dan bahan-bahan mineral.

Banyak faktor yang mempengaruhi kandungan kimia dalam tanaman, seperti kesuburan tanah tempat tumbuh (kandungan zat makanan), iklim lingkungan, waktu panen, umur, cara pengolahan dan sebagainya. Sehingga pengolahannya memerlukan perlakuan khusus, selain keseragaman dosis juga perlu adanya standarisasi agar manfaat dan keamanannya dapat diperhitungkan layaknya obat-obatan modern.

Obat-obatan tradisional dapat dogolongkan menjadi, jamu dimana khasiatnya hanya berdasarkan pengalaman tanpa adanya pengujian baik klinis maupun praklinis, herbal terstandar dimana efek farmakologinya telah melalui uji praklinis dan fitofarmaka dimana efek farmakologinya telah melalui uji klinis.







2.2.5 Tinjauan Botani Artocarpus Heterophyllus

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Plantae

Divisi: Magnoliophyta

Kelas: Magnoliopsida

Ordo: Rosales

Famili: Moraceae

Genus: Artocarpus

Spesies: A. heterophyllus



Morfologi
Pohon nangka umumnya berukuran sedang, sampai sekitar 20 m tingginya, walaupun ada yang mencapai 30 m. Batang bulat silindris, sampai sekitar 1 m garis tengahnya. Tajuknya padat dan lebat, melebar dan membulat apabila di tempat terbuka. Seluruh bagian tumbuhan mengeluarkan getah putih pekat apabila dilukai.
Daun tunggal, tersebar, bertangkai 1-4 cm, helai daun agak tebal seperti kulit, kaku, bertepi rata, bulat telur terbalik sampai jorong (memanjang), 3,5-12 × 5-25 cm, dengan pangkal menyempit sedikit demi sedikit, dan ujung pendek runcing atau agak runcing. Daun penumpu bulat telur lancip, panjang sampai 8 cm, mudah rontok dan meninggalkan bekas serupa cincin.
Tumbuhan nangka berumah satu (monoecious), perbungaan muncul pada ketiak daun pada pucuk yang pendek dan khusus, yang tumbuh pada sisi batang atau cabang tua. Bunga jantan dalam bongkol berbentuk gada atau gelendong, 1-3 × 3-8 cm, dengan cincin berdaging yang jelas di pangkal bongkol, hijau tua, dengan serbuk sari kekuningan dan berbau harum samar apabila masak. Bunga nangka disebut babal. Setelah melewati umur masaknya, babal akan membusuk (ditumbuhi kapang) dan menghitam semasa masih di pohon, sebelum akhirnya terjatuh. Bunga betina dalam bongkol tunggal atau berpasangan, silindris atau lonjong, hijau tua.
Buah majemuk (syncarp) berbentuk gelendong memanjang, seringkali tidak merata, panjangnya hingga 100 cm, pada sisi luar membentuk duri pendek lunak. 'Daging buah', yang sesungguhnya adalah perkembangan dari tenda bunga, berwarna kuning keemasan apabila masak, berbau harum-manis yang keras, berdaging, terkadang berisi cairan (nektar) yang manis. Biji berbentuk bulat lonjong sampai jorong agak gepeng, panjang 2-4 cm, berturut-turut tertutup oleh kulit biji yang tipis coklat seperti kulit, endokarp yang liat keras keputihan, dan eksokarp yang lunak. Keping bijinya tidak setangkup.

Kegunaan
Nangka terutama dipanen buahnya. "Daging buah" yang matang seringkali dimakan dalam keadaan segar, dicampur dalam es, dihaluskan menjadi minuman (jus), atau diolah menjadi aneka jenis makanan daerah: dodol nangka, kolak nangka, selai nangka, nangka-goreng-tepung, keripik nangka, dan lain-lain.
Nangka juga digunakan sebagai pengharum es krim dan minumnan, dijadikan madu-nangka, konsentrat atau tepung. Biji nangka, dikenal sebagai "beton", dapat direbus dan dimakan sebagai sumber karbohidrat tambahan.
Buah nangka muda sangat digemari sebagai bahan sayuran. Di Sumatra, terutama di Minangkabau, dikenal masakan gulai nangka. Di Jawa Barat buah nangka muda antara lain dimasak sebagai salah satu bahan sayur asam. Di Jawa Tengah dikenal berbagai macam masakan dengan bahan dasar buah nangka muda (disebut gori), seperti sayur lodeh, sayur megana, oseng-oseng gori, dan jangan gori (sayur nangka muda). Di Jogyakarta nangka muda terutama dimasak sebagai gudeg. Sementara di seputaran Jakarta dan Jawa Barat, bongkol bunga jantan (disebut babal atau tongtolang) kerap dijadikan bahan rujak.
Ketupat gulai nangka, contoh olahan dari "buah" nangka muda.
Daun-daun nangka merupakan pakan ternak yang disukai kambing, domba maupun sapi. Kulit batangnya yang berserat, dapat digunakan sebagai bahan tali dan pada masa lalu juga dijadikan bahan pakaian. Getahnya digunakan dalam campuran untuk memerangkap burung, untuk memakal (menambal) perahu dan lain-lain.
Kayunya berwarna kuning di bagian teras, berkualitas baik dan mudah dikerjakan. Kayu ini cukup kuat, awet dan tahan terhadap serangan rayap atau jamur, serta memiliki pola yang menarik, gampang mengkilap apabila diserut halus dan digosok dengan minyak. Karena itu kayu nangka kerap dijadikan perkakas rumah tangga, mebel, konstruksi bangunan, konstruksi kapal sampai ke alat musik. Dari kayunya juga dihasilkan bahan pewarna kuning untuk mewarnai jubah para pendeta Buddha.
Ragam jenis
Nangka tumbuh dengan baik di iklim tropis sampai dengan lintang 25˚ utara maupun selatan, walaupun diketahui pula masih dapat berbuah hingga lintang 30˚. Tanaman ini menyukai wilayah dengan curah hujan lebih dari 1500 mm pertahun di mana musim keringnya tidak terlalu keras. Nangka kurang toleran terhadap udara dingin, kekeringan dan penggenangan.

Pohon nangka yang berasal dari biji, mulai berbunga pada umur 2-8 tahun. Sedangkan yang berasal dari klon mulai berbunga di umur 2-4 tahun. Di tempat yang cocok, nangka dapat berbuah sepanjang tahun. Akan tetapi di Thailand dan India panen raya terjadi antara Januari – Agustus, sementara di Malaysia antara April – Agustus atau September – Desember.
Varian nangka amat banyak jenisnya, baik dengan melihat perawakan pohon dan bagian-bagian tanamannya, rasa dan sifat-sifat buahnya, maupun sifat-sifat yang tak mudah dilihat seperti kemampuan tumbuhnya terhadap variasi-variasi lingkungan. Dari segi sifat-sifat buahnya, umum mengenal dua kelompok besar yakni:
• nangka bubur (Indonesia dan Malaysia), yang disebut pula sebagai khanun lamoud (Thailand), vela (Srilangka) atau koozha chakka (India selatan); dengan daging buah tipis, berserat, lunak dan membubur, rasanya asam manis, dan berbau harum tajam.
• nangka salak (Ind.), nangka belulang (Mal.), khanun nang (Thai), varaka (Srilangka), atau koozha pusham (India selatan); dengan daging buah tebal, keras, mengeripik, rasa manis agak pahit, dan tak begitu harum.

Nb: Nangka dapat berkawin silang dengan cempedak secara alami. Hasil silangannya dinamai nangka cempedak.




2.2. TINJAUN FITOKIMIA
2.2.1 ALKALOIDA
Dalam dunia medis, istilah alkaloid telah lama menjadi bagian penting dan tak terpisahkan dalam penelitian yang telah dilakukan selama ini, baik untuk mencari senyawa alkaloid baru ataupun untuk penelusuran bioaktifitas. Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu.
Berdasarkan literatur, diketahui bahwa hampir semua alkaloid di alam mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu pada mahluk hidup. Sehingga tidaklah mengherankan jika manusia dari dulu sampai sekarang selalu mencari obat-obatan dari berbagai ekstrak tumbuhan. Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion.
Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Dewasa ini telah ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan dengan berbagai variasi struktur yang unik, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit.
Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.
Tantangan dalam penelitian di bidang alkaloid, semakin lama semakin menarik dan dengan tingkat kesukaran yang rumit. Hal ini didasarkan pada fenomena bahwa jumlah alkaloid dalam tumbuhan berada dalam kadar yang sangat sedikit (kurang dari 1%) tetapi kadar alkaloid diatas 1% juga seringkali dijumpai seperti pada kulit kina yang mengandung 10-15% alkaloid dan pada Senecio riddelii dengan kadar alkaloid hingga 18%. Selain kadar yang kecil, alkaloid juga harus diisolasi dari campuran senyawa yang rumit. Proses isolasi, pemurnian, karakterisasi, dan penentuan struktur ini membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang tentunya memerlukan waktu yang lama untuk mendalaminya.
Tantangan berikutnya dalam penelitian setelah ditemukan senyawa alkaloid murni dan diketahui strukturnya, adalah dengan melakukan uji aktivitas biologi terutama untuk aplikasi farmakologi dan bioinsektisida. Setelah diketahui aktivitas biologinya, kemudian dilanjutkan dengan mempelajari studi molekular (uji klinis) lebih lanjut senyawa tersebut bagi organisme (terutama manusia). Seandainya alkaloid yang diteliti, memiliki kelayakan sebagai obat, maka tantangan lain bagi para peneliti adalah mensintesis senyawa tersebut, terutama untuk mencari jalur sintesis yang sederhana dan murah, sehingga dengan sintesis dapat menyediakan pasokan alternatif obat semacam itu yang sering sukar diperoleh dari sumber alam.
dalam bidang pengembangan ilmu alkaloid tidak berhenti sampai disini saja, adanya resistensi atau adanya efek ketagihan terhadap obat, menyebabkan para peneliti kembali disibukkan untuk mencari obat lain, yang salah satunya adalah dengan meneliti turunan-turunan senyawa yang berkhasiat tersebut.
Penelitian di bidang kimia alkaloid tiap tahun selalu berkembang pesat. Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah, merupakan gudang bagi tersedianya senyawa-senyawa alkaloid yang berkhasiat, yang siap untuk dieksplorasi dan dieksploitasi oleh para ilmuwan. Dalam usaha mengeksplorasi dan memanfaatkan senyawa alkaloid ini, perlu ditopang oleh paling tidak oleh tiga pihak yang berkerjasama yaitu pemerintah, dunia industri, dan para ilmuwan. Untuk itu perlu adanya kesamaan persepsi bahwa penelitian adalah investasi. Dengan kesamaan persepsi ini, diharapkan penelitian para ilmuwan tidak mentok pada tahap publikasi ilmiah saja tetapi sampai pada paten dan aplikasi langsung bagi masyarakat.
’’Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung atom nitrogen yang tersebar secara terbatas pada tumbuhan. Alkaloid kebanyakan ditemukan pada Angiospermae dan jarang pada Gymnospermae dan Cryptogamae. Senyawa ini cukup banyak jenisnya dan terkadang memiliki struktur kimia yang sangat berbeda satu sama lain, meskipun berada dalam satu kelompok.
Klasifikasi
Pengelompokan alkaloid biasanya didasarkan pada prekursor pembentuknya. Kebanyakan dibentuk dari asam amino seperti lisin, tirosin, triptofan, histidin dan ornitin. Sebagai contoh, nikotin dibentuk dari ornitin dan asam nikotinat.
Beberapa kelompok alkaloid disajikan dalam tulisan ini. Diantaranya adalah kelompok alkaloid benzil isoquinon, seperti: papaverin, berberin, tubokurarin dan morfin. Jenis alkaloid yang banyak terdapat pada famili Solanaceae, tergolong ke dalam kelompok alkaloid tropan, seperti: atropin, yang ditemukan pada Atropa belladona dan skopolamin. Kokain yang berasal dari tumbuhan koka, Erythroxylon coca, juga termasuk ke dalam kelompok ini, meskipun koka tidak termasuk anggota famili Solanaceae.
Alkaloid dengan struktur inti berupa indol, dikelompokkan sebagai alkaloid indol, seperti: strikhnin dan quinin yang berasa pahit dan merupakan senyawa penolak makan bagi serangga. Kelompok alkaloid pirrolizidin merupakan ester alkaloid pada genus Senecio, seperti: senecionin. Kelompok lain dari alkaloid yang berasal asam amino lisin adalah quinolizidin yang sering disebut sebagai alkaloid lupin karena banyak terdapat pada genus Lupinus. Alkaloid polihidroksi memiliki stereokimia yang mirip dengan gula, sehingga mengganggu kerja enzim glukosidase. Kelompok alkaloid polihidroksi merupakan penolak makan bagi serangga. Beberapa jenis alkaloid merupakan derivat dari asam nikotinat, purin, asam antranilat, poliasetat dan terpenes. Mereka dikelompokkan ke dalam alkaloid purin, seperti: kafein.

2.2.2 SAPONIN
Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari metabolisme tumbuh-tumbuhan. Ke-mungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap seranga serangga.
Sifat-sifat Saponin adalah:
1)Mempunyai rasa pahit
2)Dalam larutan air membentuk busa yang stabil
3)Menghemolisa eritrosit
4)Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
5)Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksi steroid lainnya
6)Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
7)Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula empiris yang mendekati.

Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan permukaan (surface tension). Dengan hidrolisa lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (hexose, pentose dan saccharic acid).
Berdasarkan atas sifat kimiawinya, saponin dapat dibagi dalam dua kelompok:
1)Steroids dengan 27 C ¬ atom.
2)Triterpenoids, dengan 30 C ¬ atom.



Macam-macam saponin berbeda sekali komposisi kimiawinya, yaitu berbeda pada aglikon (sapogenin) dan juga karbohidratnya, sehingga tumbuh-tumbuhan tertentu dapat mempunyai macam-macam saponin yang berlainan, seperti:
•Quillage saponin : campuran dari 3 atau 4 saponin
•Alfalfa saponin : campuran dari paling sedikit 5 saponin
•Soy bean saponin : terdiri dari 5 fraksi yang berbeda

dalam sapogenin, atau karbohidratnya, atau dalam kedua-duanya. Kematian pada ikan, mungkin disebabkan oleh gangguan pernafasan. Ikan yang mati karena racun saponin, tidak toksik untuk manusia bila dimakan. Tidak toksiknya untuk manusia dapat diketahui dari minuman seperti bir yang busanya disebabkan oleh saponin.

Contoh glikosida lain adalah tioglikosida dan bensiltioglikosida. Bila dihidrolisa dengan enzim menghasilkan tiosianat, isotiosianat dan bensilsianat yang merupakan racun dan mempunyai sifat antitiroid. Zat-zat toksik tersebut ada pada bawang, selada air, kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang kedele dan juga pada macam-macam kol.

2.2.3 FLAVANOIDA
Flavanoids ditemukan di dalam tingkatan-tingkatan yang sangat tinggi di dalam buah apel, bawang-bawang dan teh. Teh Hijau (dan White teh) mempunyai kedua-duanya ditemukan untuk berisi sejumlah pengecualian dari flavanoids, karenanya mengapa mereka dianggap untuk memiliki kekayaan kesehatan promosional. Buah tomat adalah juga suatu sumber kaya dari terutama sekali flavanoids dan studi-studi terbaru sudah mengusulkan bahwa karena jumlah maksimum mempengaruhi buah tomat itu harus dimasak.
flavonoid disatukan melalui jalan kecil phenylpropanoid-acetate di dalam semua tumbuhan yang lebih tinggi. Itu bertanggung jawab atas banyak aktivitas biologi yang termasuk pigmen-pigmen, anti oksidatif atau agen-agen alergi anti, dan unsur-unsur pemberian isyarat di dalam formasi bongkol yang kecil-kecil. Beberapa di antara mereka adalah sungguh terbiasa di dalam hidup kita(kami yang sehari-hari.

2.2.4 TERPENOID
Terpena merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya. Pada tumbuhan, senyawa-senyawa golongan terpena dan modifikasinya, terpenoid, merupakan metabolit sekunder. Terpena dan terpenoid dihasilkan pula oleh sejumlah hewan, terutama serangga dan beberapa hewan laut. Di samping sebagai metabolit sekunder, terpena merupakan kerangka penyusun sejumlah senyawa penting bagi makhluk hidup. Sebagai contoh, senyawa-senyawa steroid adalah turunan skualena, suatu triterpena; juga karoten dan retinol. Nama "terpena" (terpene) diambil dari produk getah tusam, terpentin (turpentine).
terpenoid, kadang-kadang dikenal sebagai isoprenoids, adalah suatu besar dan kelas berbeda secara alami?tentu saja terjadi bahan-kimia organik serupa dengan terpena, yang berasal dari lima unit-unit isoprena karbon merakit dan memodifikasi di dalam ribuan jalan?cara. Yang paling adalah multicyclic struktur-struktur itu berbeda dengan satu sama lain tidak hanya di dalam golongan fungsional tetapi juga di dalam tulang;rangka-tulang;rangka karbon yang dasar mereka. Lipid-lipid ini dapat ditemukan di dalam semua kelas dari makhluk hidup, dan adalah yang paling besar kelompok terpenoid productsPlant alami(wajar digunakan secara ekstensif untuk kualitas mereka yang berbau harum. Mereka berperanan dalam jamu tradisional dan di bawah penyelidikan untuk anti bakteri, antineoplastik, dan fungsi-fungsi berkenaan dengan farmasi lain. Terpenoid berperan untuk bau harum dari pohon kayu putih, selera-selera dari kayu manis, cengkih-cengkih, dan jahe, dan warna dari bunga-bunga yang kuning. Terpenoid terkenal termasuk sitral, mentol, kapur barus, Salvinorin A di dalam tumbuhan Salvia divinorum, dan kanabinoid-kanabinoid menemukan di steroid-steroid CannabisThe dan sterol-sterol di dalam binatang-binatang secara biologic dihasilkan dari pendahuluan, tanda terpenoid. Kadang-kadang terpenoid ditambahkan kepada protein-protein, eg., untuk meningkatkan pemasangan mereka kepada selaput sel; hal ini dikenal sebagai isoprenylation.
Terpenoid merupakan kelompok metabolit sekunder terbesar. Saat ini hampir dua puluh ribu jenis terpenoid telah teridentifikasi. Kelompok ini merupakan derivat dari asam mevalonat atau prekursor lain yang serupa dan memiliki keragaman struktur yang sangat banyak. Struktur terpenoid merupakan satu unit isopren (C5H8) atau gabungan lebih dari satu unit isopren (Tabel 2), sehingga pengelompokannya didasarkan pada jumlah unit isopren penyusunnya.
Monoterpenoid umumnya bersifat volatil dan biasanya merupakan penyusun minyak atsiri. Monoterpenoid memberikan aroma yang khas pada tumbuhan. Monoterpenoid dikelompokkan sebagai a). asiklik, contoh: geraniol, b). monosiklik, contoh: limonene dan c). bisiklik, contoh: pinene. Untuk mencegah terjadinya keracunan diri (autotoxicity), tumbuhan membentuk tempat penyimpanan khusus.

Kelompok terbesar dari terpenoid adalah sesquiterpen yang juga merupakan penyusun minyak atsiri. Contoh yang cukup dikenal dari kelompok ini adalah poligodial dan warburganal yang merupakan zat penolak makan berbagai jenis serangga.
Diterpenoid, seperti asam resin (misalnya: asam abietat) dari tumbuhan keluarga pinus-pinusan dan klerodan (misalnya: ajugarin dari tumbuhan Ajuga remota) merupakan zat penolak makan bagi serangga.
Triterpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang tersebar luas dan beragam. Perwujudan dari senyawa ini dapat berupa resin, kutin maupun semacam gabus. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah limonoid (misalnya: azadirachtin), lantaden, dan cucurbitacin (misalnya: cucurbitacin B). Azadirachtin terkenal sebagai zat penolak makan yang sangat kuat bagi serangga. Demikian juga dengan cucurbitacin.


2.2.5 Fenolik
Fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada tumbuhan. Fenolik memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksi (OH-) dan gugus-gugus lain penyertanya. Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya, fenol. Senyawa fenol kebanyakan memiliki gugus hidroksi lebih dari satu sehingga disebut sebagai polifenol
Kelompok terbesar dari senyawa fenolik adalah flavonoid, yang merupakan senyawa yang secara umum dapat ditemukan pada semua jenis tumbuhan. Biasanya, satu jenis tumbuhan mengandung beberapa macam flavonoid dan hampir setiap jenis tumbuhan memiliki profil flavonoid yang khas. Kerangka penyusun flavonoid adalah C6–C3–C6. Inti flavonoid biasanya berikatan dengan gugusan gula sehingga membentuk glikosida yang larut dalam air. Pada tumbuhan, flavonoid biasanya disimpan dalam vakuola sel.
Secara umum, flavonoid dikelompokkan lagi menjadi kelompok yang lebih kecil (sub kelompok), yaitu: (1) flavon, contoh: luteolin, (2) flavanon, contoh: naringenin, (3) flavonol, contoh: kaempferol, (4) antosianin dan (5) calkon.

Beberapa jenis flavon, flavanon dan flavonol menyerap cahaya tampak, sehingga membuat bunga dan bagian tumbuhan yang lain berwarna kuning atau krem terang. Sedangkan jenis-jenis yang tidak berwarna merupakan zat penolak makan bagi serangga (contoh: katecin) ataupun merupakan racun (contoh: rotenon). Rutin, yang merupakan glikosida flavonol yang tersebar di hampir semua jenis tumbuhan, juga merupakan zat penolak makan yang kuat bagi serangga polifagus, seperti Schistocerca americana. Sementara itu paseolin, dilaporkan merupakan glikosida flavonol yang paling efektif sebagai zat penolak makan bagi serangga. Pada percobaan dengan kumbang pemakan akar, Costelytra zealandica, paseolin memberikan nilai FD50 yang sangat rendah yaitu 0.03 ppm.Tanin merupakan senyawa polifenol dengan berat molekul antara 500 sampai dengan 20000 dalton. Pada sel tumbuhan, tanin selalu berikatan dengan protein sehingga disebut merupakan zat yang menurunkan nilai nutrisi dari jaringan tumbuhan bagi pemakannya.


III. PROSEDUR KERJA

3.1 Alat
Alat yang digunakan untuk fitokimia adalah lumpang, stamfer, pipet tetes, botol 100 ml, botol 250 ml, penangas air, tabung reaksi, penjepit kayu
.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk fitokimia adalah sampel bayam, pasir, kloform, kloform amoniak, asam sulfat 2N, pereaksi Mayer, aquadest, etanol, larutan besi (III) klorida, asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat, HCL pekat, serbuk logam Mg.

3.3 Uji fitokimia
Kandungan kimia dari tumbuhan yang di peroleh, ada beberapa yang di uji langsung di lapangan, namun sebagian besar di lakukan di laboraturium.

3.3.1. Uji alkaloid dengan metoda Culvernor
Fitsgerald
4 gram sampel dihaluskan di dalam lumpang dengan menambahkan sedikit pasir kemudian tambahkan 10 ml kloform, setelah digiling halus tambahkan 10 ml kloform amoniak 0,05 N, gerus perlahan dan saring larutan dengan saringan kapas, masukan ke dalam tabung reaksi dengan pipet tetes, masukan 10 tetes asam sulfat 2 N, kocok perlahan biarkan memerah, ambil lapisan asam (bagian atas) pindahkan ke tabung reaksi lain kemudian tanbahkan beberapa tetes pereaksi mayer. Reakasi positif dengan adanya kabut putih sampai dengan gumpalan putih.


3.3.2. Uji Steroid, Terpenoid, Saponin dan senyawa
Fenol dengan metoda simes dkk.
4 gram sampel dipotong halus, didihkan dalam 25 ml etanol selama 15 menit, saring dalam keadan panas, biarkan seluruh etanol menguap sampai kering. Tambahkan kloform dan air suling (1:1) sebanyak 5 ml masing-masingnya, kocok kemudian pindahkan dalam sebuah tabung reaksi, biarkan terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air dan lapisan kloroform. Beberapa tetes lapisan air dimasukan ke dalam plat tetes, kemudian tambahkan pereaksi besi (III) klorida. Terbentuknya warna biru menandakan senyawa fenolik. Ambil lapisan kloform dengan pipet yang berisi norit, tampung dalam plat tetes, kemudian keringkan. Tambahkan pereaksi Lieberman Bauchard (H2SO4 p + asam asetat anhidrat). Jika timbul warna merah berarti terpenoid, jika warna hijau atau biru berarti steroid. Sebagian lapisan air dikocok kuat dalam tabung reaksi, terbentuknya busa yang permanen (selama 15 menit) menunjukan adanya saponin.


3.3.3. Uji Flavonoid dengan metoda Sianidin test
4 gram sampel dipotong halus dan didihkan dalam 25 ml etanol, saring selagi panas. Fitrat yang didapat diuapkan sampai setengahnya, kemudian tambahkan HCL pekat 0,1 ml dan serbuk mg. Adanya flavonoid ditandai dengan timbulnya warna merah.






IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL
Hasil yang diperoleh dalam pemeriksaan metabolit sekunder di laboratorium yaitu :
1. Tumbuhan Syzygium Aqueum
2. Tumbuhan Sauropus Androgynus
3. Tumbuhan Gnetum Gnemon
4. Tumbuhan Coffea Robusta
5. Tumbuhan Artocarpus Heterophyllus
6. Tumbuhan Averrhoa Bilimbi

4.2. PEMBAHASAN

Pada praktikum yang telah dilakukan, sampel yang digunakan adalah simplisia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari kuliah lapangan yang dilakukan di Malibo Anai. Sampel yang didapat dalam keadaan segar.
Hasil yang didapat pada pengujian laboratorium mengalami perbedaan dengan yang ada pada literatur. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan dan kerusakan pada reagen ataupun sampel.
Hasil yang didapatkan pada saat pengujian di laboratorium mungkin akan mendapatlan hasil yang negatif palsu. Untuk flafon negatif palsu dapat disebabkan oleh jumlah ekstrak sampelyang terlalu banyakjika dibandingkan dengan HCL pekat, sehingga menyebabkan HCL menjadi encer.pada terpen negative palsu, dapat disebabkan oleh norit yang belum aktif. Sedangkan hasil yang negatif palsu pada saponin yang seringkali ditemulan pada praktikan dapat disebabkan oleh pengeringan etanol yang tidak sempurna.
Pada alkaloid ( walaupun tidak dilaksanakan di laboratorium ) juga bisa mendapatkan hasil yang negatif palsu. Kemungkinan penyebabnya diantaranya, terjadinya kelebihan ataupun kekurangan dalam penambahan pereaksinya, atau kandungan alkaloid yang relatif sedikit yang terdapat pada sampel. Selain negatif palsu juga terdapat positif palsu pada pemeriksaan alkaloid ini. Hal ini dapat disebabkan karna adanya senyawa lain pada alkaloid yang memiliki gugus N, sehingga ia berikatandengan K2HgI4 yang terdapat pada reagen meyerdan memberikan hasil positif dengan adanya kabut putih sampai endapan putih.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan kuliah lapangan yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan pengujian kandungan kimia dari tumbuhan yang diperoleh, dapat disimpulkan :
1. kuliah lapangan dapat menambah pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu yang diperoleh pada perkuliahan
2. pengujian kandungan kimia dapat menggunakan simplisia yang segar ataupun dengan meggunakan simplesia kering.
3. tidak semua senyawa metabolit sekunder terdapat pada tiap tumbuhan, hanya beberapa saja dan tergantung pada beberapa spesies tumbuhan.
4. hasil yang diperoleh ada yang memberikan hasil yang negatif palsu ataupun positif palsu, hal ini bisa saja disebabkan oleh kesalahan pada reagen ataupun dalam mereaksikannya.
5. dari pengujian kandungan kimia yang telah dilakukan di laboratorium, umumnya pada setiap tumbuhan terdapat alkaloid dan senyawa fenolik

5.2 Saran


Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka disarankan untuk memilih bahan yang masih segar, karena kalau bahan yang tidak segar akan menyulitkan kita untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekundernya.
Setiap mahasiswa diwajibkan untuk memahami prosedur kerja dengan baik agar tidak terjadi kesalahan selama praktikum
Harus hati-hati dan teliti dalam mengamati warna, hasilnya, dan penambahan reagen











DAFTAR PUSTAKA

1. www.wikipedia.org / wikipedia indonesia
2. www.iptek.net / Tanaman Obat Indonesia
3. www.medical.com / penanganan tumbuhan obat
4. www.chemestry.com kimiawi
5 www.abtractofdrug.com / abstaract
6. www.rizkyyulion.wordpress.com / article
7. www.wikipedia.com/semua tentang tanaman obat (English)
8. www.tododrug.com / penggunaan obat

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA "Gnetum Gnemon" Oleh : Rizky Yulion Putra Sekolah tinggi ilmu farmasi padang 2007/2008

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan beraneka ragam flora dan fauna. Keanekaragaman ini (terutama tumbuhan) mengundang pehatian banyak orang untuk memilih jalur alternatif dalam pengobatan, mengingat terlalu banyak efek samping dari produk obat-obatan sintetis. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kecenderungan masyarakat memilih produk yang alamiah, maka semakin gencar penelitian tentang kandungan-kandungan kimia penting dalam tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan dalam pengembangan obat baru. Penelitian biasanya menggunaan metoda analisis fitokimia, dimana metoda ini membahas secara sistematis tentang berbagai senyawa kimia, terutama dari golongan senyawa organik yang tedapat dalam tumbuhan, proses biosintesis metabolisme, dan perubahan-perubahan lain yang terjadi pada senyawa kimia tersebut beserta sebaran dan fungsi biologisnya.

Senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan merupakan hasil metabolisme dari tumbuhan itu sendiri. Dari hasil penelitian banyak ahli tak jarang senyawa kimia ini memiliki efek fisiologi dan farmakologi yang bermanfaat bagi manusia. Senyawa kimia tersebut lebih dikenal dengan senyawa metabolit sekunder yang merupakan hasil dari penyimpangan metabolit primer tumuhan. Senyawa tersebut adalah golongan alkaloid, steroid, terpenoid, fenol, flavonoid, dan saponin.

Dalam uji fitokimia dapat dilakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap senyawa aktif metabolit sekunder tersebut, sehingga potensi relatif dari masing-masing tanaman dapat diukur.

Pada masa lalu manusia juga telah mengenal pengobatan dari bahan alami, walau pengetahuan mereka tentang khasiat dari tumbuhan tersebut hanya sebatas pengalaman dan tradisi tanpa ada pembuktiannya secara klinis. Walaupun demikian pengobatan seperti ini masih digunakan sampai sekarang. Pengobatan dengan cara demikian dikenal dengan pengobatan tradisional. Pada ramuan obat tradisional bahan-bahannya berasal dari tanaman baik berupa akar, batang, daun, maupun bunga atau dapat juga berasal dari hewan dan bahan-bahan mineral.

Banyak faktor yang mempengaruhi kandungan kimia dalam tanaman, seperti kesuburan tanah tempat tumbuh (kandungan zat makanan), iklim lingkungan, waktu panen, umur, cara pengolahan dan sebagainya. Sehingga pengolahannya memerlukan perlakuan khusus, selain keseragaman dosis juga perlu adanya standarisasi agar manfaat dan keamanannya dapat diperhitungkan layaknya obat-obatan modern.

Obat-obatan tradisional dapat dogolongkan menjadi, jamu dimana khasiatnya hanya berdasarkan pengalaman tanpa adanya pengujian baik klinis maupun praklinis, herbal terstandar dimana efek farmakologinya telah melalui uji praklinis dan fitofarmaka dimana efek farmakologinya telah melalui uji klinis.






2.2.3 Tinjauan Botani : Gnetum Gnemon
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan: Plantae

Divisi: Gnetophyta

Kelas: Gnetopsida

Ordo: Gnetales

Famili: Gnetaceae

Genus: Gnetum

Spesies: G. gnemon

Nama Daerah
Melinjo (Gnetum gnemon L.) atau dalam bahasa Sunda disebut Tangkil adalah suatu spesies tanaman berbiji terbuka (Gymnospermae) berbentuk pohon yang berasal dari Asia tropik dan Pasifik Barat. Melinjo dikenal pula dengan nama belinjo, mlinjo (bahasa Jawa), tangkil (bahasa Sunda) atau bago (bahasa Melayu dan bahasa Tagalog). Melinjo banyak ditanam di pekarangan sebagai peneduh atau pembatas pekarangan dan terutama dimanfaatkan "buah" dan daunnya.
Berbeda dengan anggota Gnetum lainnya yang biasanya merupakan liana, melinjo berbentuk pohon.
Morfologi / Deskripsi
Melinjo berperawakan pohon yang ramping, berkelamin dua dan selalu hijau, dengan batang yang lurus sekali, tingginya 5-10 m; kulit batangnya berwarna kelabu, ditandai oleh gelang-gelang menonjol secara nyata; cabang-cabangnya berbagai ukuran dan letaknya melingkari batang, terus sampai di pangkal bacang. Cabang itu menebal di pangkalnya. Daun-daunnya berhadapan, berbencuk jorong, berukuran (7,5-20) cm x (2,5-10) cm; tulang daun sekunder melengkung dan bersatu di ujungnya. Perbungaannya menyendiri dan keluar dari ketiak daun, juga dari batang yang celah tua, panjangnya 3-6 cm, dengan bunga-bunganya tersusun dalam bentuk lingkaran di buku-bukunya. Bunga betina sebanyak 5-8 kuntum pada setiap buku perbungaan, bentuknya bundar dan melancip ke ujungnya. Buahnya mirip buah geluk, berbentuk jorong, panjangnya 1-3>5 cm, berembang (apiculate) pendek, berbulu halus, mula-mula berwarna kuning, kemudian berubah menjadi merah sampai lembayung jika macang. Bijinya satu butir per buah, berukuran besar dan berkulit tanduk. Proses embriogenesisnya mungkin belum tuntas sewaktu biji itu jatuh dari pohon, perkembangan selanjutnya terjadi sewaktu biji sudah tergeletak di tanah. Biji itu memerlukan waktu beberapa bulan sampai 1 tahun untuk mulai berkecambah. Fase yuwananya berlangsung 5-8 tahun. Munculnya ranting secara serempak dan pembungaannya berlangsung terus-menerus sepanjang tahun, tetapi keadaan iklim di sentra-sentra utamanya menyebabkan adanya tingkatan kesinkronan, yang seringkali menjurus ke cerjadinya 2 kali masa panen per tahunnya.
Sejarah Singkat
Bahasa Sunda terutama dipertuturkan di sebelah barat pulau Jawa, di daerah Tatar Sunda. Namun bahasa Sunda juga dipertuturkan di Jawa Tengah. Di Jawa Tengah bahasa Sunda terutama dituturkan di kabupaten Brebes dan Cilacap. Terutama banyak nama-nama tempat di Cilacap ini yang masih merupakan nama Sunda dan bukan nama Jawa seperti kecamatan Dayeuhluhur, Cimanggu dan sebagainya. Ironisnya nama Cilacap banyak yang menentang bahwa ini merupakan nama Sunda. Mereka berpendapat bahwa nama ini merupakan nama Jawa yang "disundakan". Sebab pada abad ke-19, nama ini seringkali ditulis sebagai "Clacap".
Selain itu menurut beberapa pakar, konon bahasa Sunda sampai sekitar abad ke-6 wilayah penuturannya sampai di sekitar dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah.
Pemanfaatan
Melinjo jarang dibudidayakan secara intensif. Kayunya dapat dipakai sebagai bahan papan. Daun mudanya (disebut sebagai so dalam bahasa Jawa) digunakan sebagai bahan sayuran (misalnya pada sayur asem). "Bunga" (jantan maupun betina) dan bijinya yang masih kecil-kecil (pentil) maupun yang sudah masak dijadikan juga sebagai sayuran. Biji melinjo juga menjadi bahan baku emping.
Sebagai sumber pangan, biji melinjo mengandung kadar urea agak tinggi sehingga konsumsi berlebihan sebaiknya dihindari.
Daun muda, perbungaan, buah muda, dan buah tua melinjo dimasak sebagai sayur (terutama sayur asem). Bijinya merupakan bagian yang terpenting; buahnya tidak lain dari biji yang terbungkus oleh kulit dalam yang kaku (kulit biji) dan kulit luar yang tipis dan dapat dimakan. Biji melinjo dapat dimakan mentah, tetapi umumnya direbus atau dijadikan emping dan digoreng. Emping ini merupakan industri rumah tangga yang penting di Jawa. Setelah kulit biji dibuang, biji disangrai secara hati-hati, kulit bijinya dipecahkan dan bijinya selagi panas ditumbuk, dijadikan emping. Emping basah kemudian dikeringkan, dipilahpilah dan dikemas untuk dijual di pasar. Emping goreng (sebagai makanan kecil) diolah dengan cara menggorengnya dalam minyak yang mendidih. Suatu macam serat yang berkualitas tinggi dihasilkan dari kulit batang bagian dalam; kulit ini dimanfaatkan sebagai tali panah yang terkenal di pulau Sumba, juga untuk tali pancing atau jaring, berkat ketahanannya terhadap air laut. Kayu melinjo tak ada manfaatnya yang khusus, mungkin alasannya ialah karena kambium sekundernya membentuk struktur batang yang tidak normal.




2.2. TINJAUN FITOKIMIA
2.2.1 ALKALOIDA
Dalam dunia medis, istilah alkaloid telah lama menjadi bagian penting dan tak terpisahkan dalam penelitian yang telah dilakukan selama ini, baik untuk mencari senyawa alkaloid baru ataupun untuk penelusuran bioaktifitas. Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu.
Berdasarkan literatur, diketahui bahwa hampir semua alkaloid di alam mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu pada mahluk hidup. Sehingga tidaklah mengherankan jika manusia dari dulu sampai sekarang selalu mencari obat-obatan dari berbagai ekstrak tumbuhan. Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion.
Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Dewasa ini telah ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan dengan berbagai variasi struktur yang unik, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit.
Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.
Tantangan dalam penelitian di bidang alkaloid, semakin lama semakin menarik dan dengan tingkat kesukaran yang rumit. Hal ini didasarkan pada fenomena bahwa jumlah alkaloid dalam tumbuhan berada dalam kadar yang sangat sedikit (kurang dari 1%) tetapi kadar alkaloid diatas 1% juga seringkali dijumpai seperti pada kulit kina yang mengandung 10-15% alkaloid dan pada Senecio riddelii dengan kadar alkaloid hingga 18%. Selain kadar yang kecil, alkaloid juga harus diisolasi dari campuran senyawa yang rumit. Proses isolasi, pemurnian, karakterisasi, dan penentuan struktur ini membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang tentunya memerlukan waktu yang lama untuk mendalaminya.
Tantangan berikutnya dalam penelitian setelah ditemukan senyawa alkaloid murni dan diketahui strukturnya, adalah dengan melakukan uji aktivitas biologi terutama untuk aplikasi farmakologi dan bioinsektisida. Setelah diketahui aktivitas biologinya, kemudian dilanjutkan dengan mempelajari studi molekular (uji klinis) lebih lanjut senyawa tersebut bagi organisme (terutama manusia). Seandainya alkaloid yang diteliti, memiliki kelayakan sebagai obat, maka tantangan lain bagi para peneliti adalah mensintesis senyawa tersebut, terutama untuk mencari jalur sintesis yang sederhana dan murah, sehingga dengan sintesis dapat menyediakan pasokan alternatif obat semacam itu yang sering sukar diperoleh dari sumber alam.
dalam bidang pengembangan ilmu alkaloid tidak berhenti sampai disini saja, adanya resistensi atau adanya efek ketagihan terhadap obat, menyebabkan para peneliti kembali disibukkan untuk mencari obat lain, yang salah satunya adalah dengan meneliti turunan-turunan senyawa yang berkhasiat tersebut.
Penelitian di bidang kimia alkaloid tiap tahun selalu berkembang pesat. Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah, merupakan gudang bagi tersedianya senyawa-senyawa alkaloid yang berkhasiat, yang siap untuk dieksplorasi dan dieksploitasi oleh para ilmuwan. Dalam usaha mengeksplorasi dan memanfaatkan senyawa alkaloid ini, perlu ditopang oleh paling tidak oleh tiga pihak yang berkerjasama yaitu pemerintah, dunia industri, dan para ilmuwan. Untuk itu perlu adanya kesamaan persepsi bahwa penelitian adalah investasi. Dengan kesamaan persepsi ini, diharapkan penelitian para ilmuwan tidak mentok pada tahap publikasi ilmiah saja tetapi sampai pada paten dan aplikasi langsung bagi masyarakat.
’’Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung atom nitrogen yang tersebar secara terbatas pada tumbuhan. Alkaloid kebanyakan ditemukan pada Angiospermae dan jarang pada Gymnospermae dan Cryptogamae. Senyawa ini cukup banyak jenisnya dan terkadang memiliki struktur kimia yang sangat berbeda satu sama lain, meskipun berada dalam satu kelompok.
Klasifikasi
Pengelompokan alkaloid biasanya didasarkan pada prekursor pembentuknya. Kebanyakan dibentuk dari asam amino seperti lisin, tirosin, triptofan, histidin dan ornitin. Sebagai contoh, nikotin dibentuk dari ornitin dan asam nikotinat.
Beberapa kelompok alkaloid disajikan dalam tulisan ini. Diantaranya adalah kelompok alkaloid benzil isoquinon, seperti: papaverin, berberin, tubokurarin dan morfin. Jenis alkaloid yang banyak terdapat pada famili Solanaceae, tergolong ke dalam kelompok alkaloid tropan, seperti: atropin, yang ditemukan pada Atropa belladona dan skopolamin. Kokain yang berasal dari tumbuhan koka, Erythroxylon coca, juga termasuk ke dalam kelompok ini, meskipun koka tidak termasuk anggota famili Solanaceae.
Alkaloid dengan struktur inti berupa indol, dikelompokkan sebagai alkaloid indol, seperti: strikhnin dan quinin yang berasa pahit dan merupakan senyawa penolak makan bagi serangga. Kelompok alkaloid pirrolizidin merupakan ester alkaloid pada genus Senecio, seperti: senecionin. Kelompok lain dari alkaloid yang berasal asam amino lisin adalah quinolizidin yang sering disebut sebagai alkaloid lupin karena banyak terdapat pada genus Lupinus. Alkaloid polihidroksi memiliki stereokimia yang mirip dengan gula, sehingga mengganggu kerja enzim glukosidase. Kelompok alkaloid polihidroksi merupakan penolak makan bagi serangga. Beberapa jenis alkaloid merupakan derivat dari asam nikotinat, purin, asam antranilat, poliasetat dan terpenes. Mereka dikelompokkan ke dalam alkaloid purin, seperti: kafein.

2.2.2 SAPONIN
Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari metabolisme tumbuh-tumbuhan. Ke-mungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap seranga serangga.
Sifat-sifat Saponin adalah:
1)Mempunyai rasa pahit
2)Dalam larutan air membentuk busa yang stabil
3)Menghemolisa eritrosit
4)Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
5)Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksi steroid lainnya
6)Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
7)Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula empiris yang mendekati.

Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan permukaan (surface tension). Dengan hidrolisa lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (hexose, pentose dan saccharic acid).
Berdasarkan atas sifat kimiawinya, saponin dapat dibagi dalam dua kelompok:
1)Steroids dengan 27 C ¬ atom.
2)Triterpenoids, dengan 30 C ¬ atom.



Macam-macam saponin berbeda sekali komposisi kimiawinya, yaitu berbeda pada aglikon (sapogenin) dan juga karbohidratnya, sehingga tumbuh-tumbuhan tertentu dapat mempunyai macam-macam saponin yang berlainan, seperti:
•Quillage saponin : campuran dari 3 atau 4 saponin
•Alfalfa saponin : campuran dari paling sedikit 5 saponin
•Soy bean saponin : terdiri dari 5 fraksi yang berbeda

dalam sapogenin, atau karbohidratnya, atau dalam kedua-duanya. Kematian pada ikan, mungkin disebabkan oleh gangguan pernafasan. Ikan yang mati karena racun saponin, tidak toksik untuk manusia bila dimakan. Tidak toksiknya untuk manusia dapat diketahui dari minuman seperti bir yang busanya disebabkan oleh saponin.

Contoh glikosida lain adalah tioglikosida dan bensiltioglikosida. Bila dihidrolisa dengan enzim menghasilkan tiosianat, isotiosianat dan bensilsianat yang merupakan racun dan mempunyai sifat antitiroid. Zat-zat toksik tersebut ada pada bawang, selada air, kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang kedele dan juga pada macam-macam kol.

2.2.3 FLAVANOIDA
Flavanoids ditemukan di dalam tingkatan-tingkatan yang sangat tinggi di dalam buah apel, bawang-bawang dan teh. Teh Hijau (dan White teh) mempunyai kedua-duanya ditemukan untuk berisi sejumlah pengecualian dari flavanoids, karenanya mengapa mereka dianggap untuk memiliki kekayaan kesehatan promosional. Buah tomat adalah juga suatu sumber kaya dari terutama sekali flavanoids dan studi-studi terbaru sudah mengusulkan bahwa karena jumlah maksimum mempengaruhi buah tomat itu harus dimasak.
flavonoid disatukan melalui jalan kecil phenylpropanoid-acetate di dalam semua tumbuhan yang lebih tinggi. Itu bertanggung jawab atas banyak aktivitas biologi yang termasuk pigmen-pigmen, anti oksidatif atau agen-agen alergi anti, dan unsur-unsur pemberian isyarat di dalam formasi bongkol yang kecil-kecil. Beberapa di antara mereka adalah sungguh terbiasa di dalam hidup kita(kami yang sehari-hari.

2.2.4 TERPENOID
Terpena merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya. Pada tumbuhan, senyawa-senyawa golongan terpena dan modifikasinya, terpenoid, merupakan metabolit sekunder. Terpena dan terpenoid dihasilkan pula oleh sejumlah hewan, terutama serangga dan beberapa hewan laut. Di samping sebagai metabolit sekunder, terpena merupakan kerangka penyusun sejumlah senyawa penting bagi makhluk hidup. Sebagai contoh, senyawa-senyawa steroid adalah turunan skualena, suatu triterpena; juga karoten dan retinol. Nama "terpena" (terpene) diambil dari produk getah tusam, terpentin (turpentine).
terpenoid, kadang-kadang dikenal sebagai isoprenoids, adalah suatu besar dan kelas berbeda secara alami?tentu saja terjadi bahan-kimia organik serupa dengan terpena, yang berasal dari lima unit-unit isoprena karbon merakit dan memodifikasi di dalam ribuan jalan?cara. Yang paling adalah multicyclic struktur-struktur itu berbeda dengan satu sama lain tidak hanya di dalam golongan fungsional tetapi juga di dalam tulang;rangka-tulang;rangka karbon yang dasar mereka. Lipid-lipid ini dapat ditemukan di dalam semua kelas dari makhluk hidup, dan adalah yang paling besar kelompok terpenoid productsPlant alami(wajar digunakan secara ekstensif untuk kualitas mereka yang berbau harum. Mereka berperanan dalam jamu tradisional dan di bawah penyelidikan untuk anti bakteri, antineoplastik, dan fungsi-fungsi berkenaan dengan farmasi lain. Terpenoid berperan untuk bau harum dari pohon kayu putih, selera-selera dari kayu manis, cengkih-cengkih, dan jahe, dan warna dari bunga-bunga yang kuning. Terpenoid terkenal termasuk sitral, mentol, kapur barus, Salvinorin A di dalam tumbuhan Salvia divinorum, dan kanabinoid-kanabinoid menemukan di steroid-steroid CannabisThe dan sterol-sterol di dalam binatang-binatang secara biologic dihasilkan dari pendahuluan, tanda terpenoid. Kadang-kadang terpenoid ditambahkan kepada protein-protein, eg., untuk meningkatkan pemasangan mereka kepada selaput sel; hal ini dikenal sebagai isoprenylation.
Terpenoid merupakan kelompok metabolit sekunder terbesar. Saat ini hampir dua puluh ribu jenis terpenoid telah teridentifikasi. Kelompok ini merupakan derivat dari asam mevalonat atau prekursor lain yang serupa dan memiliki keragaman struktur yang sangat banyak. Struktur terpenoid merupakan satu unit isopren (C5H8) atau gabungan lebih dari satu unit isopren (Tabel 2), sehingga pengelompokannya didasarkan pada jumlah unit isopren penyusunnya.
Monoterpenoid umumnya bersifat volatil dan biasanya merupakan penyusun minyak atsiri. Monoterpenoid memberikan aroma yang khas pada tumbuhan. Monoterpenoid dikelompokkan sebagai a). asiklik, contoh: geraniol, b). monosiklik, contoh: limonene dan c). bisiklik, contoh: pinene. Untuk mencegah terjadinya keracunan diri (autotoxicity), tumbuhan membentuk tempat penyimpanan khusus.

Kelompok terbesar dari terpenoid adalah sesquiterpen yang juga merupakan penyusun minyak atsiri. Contoh yang cukup dikenal dari kelompok ini adalah poligodial dan warburganal yang merupakan zat penolak makan berbagai jenis serangga.
Diterpenoid, seperti asam resin (misalnya: asam abietat) dari tumbuhan keluarga pinus-pinusan dan klerodan (misalnya: ajugarin dari tumbuhan Ajuga remota) merupakan zat penolak makan bagi serangga.
Triterpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang tersebar luas dan beragam. Perwujudan dari senyawa ini dapat berupa resin, kutin maupun semacam gabus. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah limonoid (misalnya: azadirachtin), lantaden, dan cucurbitacin (misalnya: cucurbitacin B). Azadirachtin terkenal sebagai zat penolak makan yang sangat kuat bagi serangga. Demikian juga dengan cucurbitacin.


2.2.5 Fenolik
Fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada tumbuhan. Fenolik memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksi (OH-) dan gugus-gugus lain penyertanya. Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya, fenol. Senyawa fenol kebanyakan memiliki gugus hidroksi lebih dari satu sehingga disebut sebagai polifenol
Kelompok terbesar dari senyawa fenolik adalah flavonoid, yang merupakan senyawa yang secara umum dapat ditemukan pada semua jenis tumbuhan. Biasanya, satu jenis tumbuhan mengandung beberapa macam flavonoid dan hampir setiap jenis tumbuhan memiliki profil flavonoid yang khas. Kerangka penyusun flavonoid adalah C6–C3–C6. Inti flavonoid biasanya berikatan dengan gugusan gula sehingga membentuk glikosida yang larut dalam air. Pada tumbuhan, flavonoid biasanya disimpan dalam vakuola sel.
Secara umum, flavonoid dikelompokkan lagi menjadi kelompok yang lebih kecil (sub kelompok), yaitu: (1) flavon, contoh: luteolin, (2) flavanon, contoh: naringenin, (3) flavonol, contoh: kaempferol, (4) antosianin dan (5) calkon.

Beberapa jenis flavon, flavanon dan flavonol menyerap cahaya tampak, sehingga membuat bunga dan bagian tumbuhan yang lain berwarna kuning atau krem terang. Sedangkan jenis-jenis yang tidak berwarna merupakan zat penolak makan bagi serangga (contoh: katecin) ataupun merupakan racun (contoh: rotenon). Rutin, yang merupakan glikosida flavonol yang tersebar di hampir semua jenis tumbuhan, juga merupakan zat penolak makan yang kuat bagi serangga polifagus, seperti Schistocerca americana. Sementara itu paseolin, dilaporkan merupakan glikosida flavonol yang paling efektif sebagai zat penolak makan bagi serangga. Pada percobaan dengan kumbang pemakan akar, Costelytra zealandica, paseolin memberikan nilai FD50 yang sangat rendah yaitu 0.03 ppm.Tanin merupakan senyawa polifenol dengan berat molekul antara 500 sampai dengan 20000 dalton. Pada sel tumbuhan, tanin selalu berikatan dengan protein sehingga disebut merupakan zat yang menurunkan nilai nutrisi dari jaringan tumbuhan bagi pemakannya.


III. PROSEDUR KERJA

3.1 Alat
Alat yang digunakan untuk fitokimia adalah lumpang, stamfer, pipet tetes, botol 100 ml, botol 250 ml, penangas air, tabung reaksi, penjepit kayu
.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk fitokimia adalah sampel bayam, pasir, kloform, kloform amoniak, asam sulfat 2N, pereaksi Mayer, aquadest, etanol, larutan besi (III) klorida, asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat, HCL pekat, serbuk logam Mg.

3.3 Uji fitokimia
Kandungan kimia dari tumbuhan yang di peroleh, ada beberapa yang di uji langsung di lapangan, namun sebagian besar di lakukan di laboraturium.

3.3.1. Uji alkaloid dengan metoda Culvernor
Fitsgerald
4 gram sampel dihaluskan di dalam lumpang dengan menambahkan sedikit pasir kemudian tambahkan 10 ml kloform, setelah digiling halus tambahkan 10 ml kloform amoniak 0,05 N, gerus perlahan dan saring larutan dengan saringan kapas, masukan ke dalam tabung reaksi dengan pipet tetes, masukan 10 tetes asam sulfat 2 N, kocok perlahan biarkan memerah, ambil lapisan asam (bagian atas) pindahkan ke tabung reaksi lain kemudian tanbahkan beberapa tetes pereaksi mayer. Reakasi positif dengan adanya kabut putih sampai dengan gumpalan putih.


3.3.2. Uji Steroid, Terpenoid, Saponin dan senyawa
Fenol dengan metoda simes dkk.
4 gram sampel dipotong halus, didihkan dalam 25 ml etanol selama 15 menit, saring dalam keadan panas, biarkan seluruh etanol menguap sampai kering. Tambahkan kloform dan air suling (1:1) sebanyak 5 ml masing-masingnya, kocok kemudian pindahkan dalam sebuah tabung reaksi, biarkan terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air dan lapisan kloroform. Beberapa tetes lapisan air dimasukan ke dalam plat tetes, kemudian tambahkan pereaksi besi (III) klorida. Terbentuknya warna biru menandakan senyawa fenolik. Ambil lapisan kloform dengan pipet yang berisi norit, tampung dalam plat tetes, kemudian keringkan. Tambahkan pereaksi Lieberman Bauchard (H2SO4 p + asam asetat anhidrat). Jika timbul warna merah berarti terpenoid, jika warna hijau atau biru berarti steroid. Sebagian lapisan air dikocok kuat dalam tabung reaksi, terbentuknya busa yang permanen (selama 15 menit) menunjukan adanya saponin.


3.3.3. Uji Flavonoid dengan metoda Sianidin test
4 gram sampel dipotong halus dan didihkan dalam 25 ml etanol, saring selagi panas. Fitrat yang didapat diuapkan sampai setengahnya, kemudian tambahkan HCL pekat 0,1 ml dan serbuk mg. Adanya flavonoid ditandai dengan timbulnya warna merah.






IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL
Hasil yang diperoleh dalam pemeriksaan metabolit sekunder di laboratorium yaitu :
1. Tumbuhan Syzygium Aqueum
2. Tumbuhan Sauropus Androgynus
3. Tumbuhan Gnetum Gnemon
4. Tumbuhan Coffea Robusta
5. Tumbuhan Artocarpus Heterophyllus
6. Tumbuhan Averrhoa Bilimbi

4.2. PEMBAHASAN

Pada praktikum yang telah dilakukan, sampel yang digunakan adalah simplisia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari kuliah lapangan yang dilakukan di Malibo Anai. Sampel yang didapat dalam keadaan segar.
Hasil yang didapat pada pengujian laboratorium mengalami perbedaan dengan yang ada pada literatur. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan dan kerusakan pada reagen ataupun sampel.
Hasil yang didapatkan pada saat pengujian di laboratorium mungkin akan mendapatlan hasil yang negatif palsu. Untuk flafon negatif palsu dapat disebabkan oleh jumlah ekstrak sampelyang terlalu banyakjika dibandingkan dengan HCL pekat, sehingga menyebabkan HCL menjadi encer.pada terpen negative palsu, dapat disebabkan oleh norit yang belum aktif. Sedangkan hasil yang negatif palsu pada saponin yang seringkali ditemulan pada praktikan dapat disebabkan oleh pengeringan etanol yang tidak sempurna.
Pada alkaloid ( walaupun tidak dilaksanakan di laboratorium ) juga bisa mendapatkan hasil yang negatif palsu. Kemungkinan penyebabnya diantaranya, terjadinya kelebihan ataupun kekurangan dalam penambahan pereaksinya, atau kandungan alkaloid yang relatif sedikit yang terdapat pada sampel. Selain negatif palsu juga terdapat positif palsu pada pemeriksaan alkaloid ini. Hal ini dapat disebabkan karna adanya senyawa lain pada alkaloid yang memiliki gugus N, sehingga ia berikatandengan K2HgI4 yang terdapat pada reagen meyerdan memberikan hasil positif dengan adanya kabut putih sampai endapan putih.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan kuliah lapangan yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan pengujian kandungan kimia dari tumbuhan yang diperoleh, dapat disimpulkan :
1. kuliah lapangan dapat menambah pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu yang diperoleh pada perkuliahan
2. pengujian kandungan kimia dapat menggunakan simplisia yang segar ataupun dengan meggunakan simplesia kering.
3. tidak semua senyawa metabolit sekunder terdapat pada tiap tumbuhan, hanya beberapa saja dan tergantung pada beberapa spesies tumbuhan.
4. hasil yang diperoleh ada yang memberikan hasil yang negatif palsu ataupun positif palsu, hal ini bisa saja disebabkan oleh kesalahan pada reagen ataupun dalam mereaksikannya.
5. dari pengujian kandungan kimia yang telah dilakukan di laboratorium, umumnya pada setiap tumbuhan terdapat alkaloid dan senyawa fenolik

5.2 Saran


Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka disarankan untuk memilih bahan yang masih segar, karena kalau bahan yang tidak segar akan menyulitkan kita untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekundernya.
Setiap mahasiswa diwajibkan untuk memahami prosedur kerja dengan baik agar tidak terjadi kesalahan selama praktikum
Harus hati-hati dan teliti dalam mengamati warna, hasilnya, dan penambahan reagen











DAFTAR PUSTAKA

1. www.wikipedia.org / wikipedia indonesia
2. www.iptek.net / Tanaman Obat Indonesia
3. www.medical.com / penanganan tumbuhan obat
4. www.chemestry.com kimiawi
5 www.abtractofdrug.com / abstaract
6. www.rizkyyulion.wordpress.com / article
7. www.wikipedia.com/semua tentang tanaman obat (English)
8. www.tododrug.com / penggunaan obat

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA "Sauropus androgynus" Oleh : Rizky Yulion Putra Sekolah tinggi ilmu farmasi padang 2007/2008

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya dengan beraneka ragam flora dan fauna. Keanekaragaman ini (terutama tumbuhan) mengundang pehatian banyak orang untuk memilih jalur alternatif dalam pengobatan, mengingat terlalu banyak efek samping dari produk obat-obatan sintetis. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kecenderungan masyarakat memilih produk yang alamiah, maka semakin gencar penelitian tentang kandungan-kandungan kimia penting dalam tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan dalam pengembangan obat baru. Penelitian biasanya menggunaan metoda analisis fitokimia, dimana metoda ini membahas secara sistematis tentang berbagai senyawa kimia, terutama dari golongan senyawa organik yang tedapat dalam tumbuhan, proses biosintesis metabolisme, dan perubahan-perubahan lain yang terjadi pada senyawa kimia tersebut beserta sebaran dan fungsi biologisnya.

Senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan merupakan hasil metabolisme dari tumbuhan itu sendiri. Dari hasil penelitian banyak ahli tak jarang senyawa kimia ini memiliki efek fisiologi dan farmakologi yang bermanfaat bagi manusia. Senyawa kimia tersebut lebih dikenal dengan senyawa metabolit sekunder yang merupakan hasil dari penyimpangan metabolit primer tumuhan. Senyawa tersebut adalah golongan alkaloid, steroid, terpenoid, fenol, flavonoid, dan saponin.

Dalam uji fitokimia dapat dilakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap senyawa aktif metabolit sekunder tersebut, sehingga potensi relatif dari masing-masing tanaman dapat diukur.

Pada masa lalu manusia juga telah mengenal pengobatan dari bahan alami, walau pengetahuan mereka tentang khasiat dari tumbuhan tersebut hanya sebatas pengalaman dan tradisi tanpa ada pembuktiannya secara klinis. Walaupun demikian pengobatan seperti ini masih digunakan sampai sekarang. Pengobatan dengan cara demikian dikenal dengan pengobatan tradisional. Pada ramuan obat tradisional bahan-bahannya berasal dari tanaman baik berupa akar, batang, daun, maupun bunga atau dapat juga berasal dari hewan dan bahan-bahan mineral.

Banyak faktor yang mempengaruhi kandungan kimia dalam tanaman, seperti kesuburan tanah tempat tumbuh (kandungan zat makanan), iklim lingkungan, waktu panen, umur, cara pengolahan dan sebagainya. Sehingga pengolahannya memerlukan perlakuan khusus, selain keseragaman dosis juga perlu adanya standarisasi agar manfaat dan keamanannya dapat diperhitungkan layaknya obat-obatan modern.

Obat-obatan tradisional dapat dogolongkan menjadi, jamu dimana khasiatnya hanya berdasarkan pengalaman tanpa adanya pengujian baik klinis maupun praklinis, herbal terstandar dimana efek farmakologinya telah melalui uji praklinis dan fitofarmaka dimana efek farmakologinya telah melalui uji klinis.







2.2.2 Tinjauan botani : Sauropus androgynus
Kingdom: Plantae

Division: Magnoliophyta

Class: Magnoliopsida

Order: Malpighiales

Family: Phyllanthaceae

Tribe: Phyllantheae

Subtribe: Flueggeinae

Genus: Sauropus

Species: S. androgynous



morfologi :

Tanaman perdu, tinggi 2-5 meter. Batang berkayu, bulat, bekas daun tampak jelas, tegak, daun muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna cokelat kehijauan. Daun majemuk, bulat telur, ujung runcing, pangkal tumpul, tepi rata, panjang 1-6 cm, lebar 1-4 cm, pertulangan menyirip, warna hijau. Bunga majemuk bentuk payung di ketiak daun, mahkota bulat telur, warna ungu. Buah buni, bulat, beruang tiga, diameter Iebih kurang 1,5 mm, warna hijau keputih-putihan.

ini adalah salah satu paling sayuran daun terkenal di asia selatan dan asia tenggara dan terkemuka untuk hasil tinggi dan palatability. menembak uang persen telah jual sebagai asparagus tropis. di vietnam, orang memasak ini dengan daging kepiting, daging babi atau mengeringkan udang untuk membuat sup.
Daun katu ini juga mengandug vitamin k.
Nama daerah
Katuk; Daun katu; Katukan; Katuk manuk; Babing; Memata; Cekop manis; Simani; Keratur
Deskripsi tanaman
Tanaman perdu tinggi sampai 3,5 m. Daun berbentuk bulat telur berwarna hijau, menyirip ganda dan jumlahnya banyak. Buah berwarna putih, kecil dan melekat pada cabang dan rantingnya.
Habitat :
Tumbuh liar dihutan-hutan dan ladang-ladang yang terbaik di daerah dengan ketinggian 1300 m dpl.
Kandungan kimia :
Zat protein; Lemak; Kalsium; Posfor; Besi; Vitamin A; Vitamin B1; Vitamin C
Khasiat : Antipiretik; Laktagog
Penggunaannya :
Sifat Khas Manis, mendinginkan, dan membersihkan darah. Khasiat Antipiretik dan laktagoga.

Dan lain - lain
PENELITIAN Tjandra Sridjaja Pradjonggo, Wahjo Dyatmiko, Troet Soemarno, dkk. Universitas Airlangga. Telah melakukan penelitian daun Katu terhadap gambaran histologi kelenjar susu mencit betina menyusui.

Hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut.
1. Kelompok hewan yang diberi 0,5 ml infus 10% dan kelompok yang tidak diberi infus ada perbedaan yang bermakna.
2. Kelompok hewan yang diberi 0,5 ml infus 20% dan kelompok yang tidak diberi infus ada perbedaan yang bermakna.
3. Kelompok hewan yang diberi 0,5 ml infus 20% dan kelompok yang diberi infus 10% ada perbedaan yang bermakna.
Djuniati Kustifah, 1991. Jurusan Biologi, FMIPA UNAIR. Telah melakukan penelitian pengaruh infus daun Katu terhadap produksi air susu mencit. Dari hasil penelitian tersebut ternyata infus daun secara per oral dapat meningkatkan kuantitas produksi air susu mencit.

BAGIAN YANG DIGUNAKAN : Daun dan akar.

KEGUNAAN
Daun:. Demam, Pelancar ASI, Suara parau.
Akar: Demam, Kencing sedikit, Lepra (obat luar).

RAMUAN DAN TAKARAN
Demam dan Kencing Sedikit
Ramuan:
• Akar Katu 4 gram
• Air 110 ml
Cara pembuatan: Dibuat infus.
Cara pemakaian: Diminum 2 kali sehari, tiap kali minum 100 ml.
Lama pengobatan: selama 4 hari.



Pelancar ASI
Daun Katu segar beberapa helai, dibuat sayuran. Selain daun Katu dapat digunakan daun Bayam, daun Lembayung, daun Sawi, Kacang Panjang, Kacang Koro, Jantung Pisang, buah Labu Air, buah Labu Merah, dan lain lain. Semua itu dijadikan sayuran dan dimakan secara bergantian. Makan harus teratur dan dipilih makanan yang bergizi.

Komposisi :
Senyawa steroid dan senyawa polifenol.



2.2. TINJAUN FITOKIMIA
2.2.1 ALKALOIDA
Dalam dunia medis, istilah alkaloid telah lama menjadi bagian penting dan tak terpisahkan dalam penelitian yang telah dilakukan selama ini, baik untuk mencari senyawa alkaloid baru ataupun untuk penelusuran bioaktifitas. Senyawa alkaloid merupakan senyawa organik terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Secara organoleptik, daun-daunan yang berasa sepat dan pahit, biasanya teridentifikasi mengandung alkaloid. Selain daun-daunan, senyawa alkaloid dapat ditemukan pada akar, biji, ranting, dan kulit kayu.
Berdasarkan literatur, diketahui bahwa hampir semua alkaloid di alam mempunyai keaktifan biologis dan memberikan efek fisiologis tertentu pada mahluk hidup. Sehingga tidaklah mengherankan jika manusia dari dulu sampai sekarang selalu mencari obat-obatan dari berbagai ekstrak tumbuhan. Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan bahwa alkaloid diperkirakan sebagai pelindung tumbuhan dari serangan hama dan penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan keseimbangan ion.
Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal dengan titik lebur tertentu atau mempunyai kisaran dekomposisi. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan. Dewasa ini telah ribuan senyawa alkaloid yang ditemukan dan dengan berbagai variasi struktur yang unik, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling sulit.
Dari segi biogenetik, alkaloid diketahui berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid.
Tantangan dalam penelitian di bidang alkaloid, semakin lama semakin menarik dan dengan tingkat kesukaran yang rumit. Hal ini didasarkan pada fenomena bahwa jumlah alkaloid dalam tumbuhan berada dalam kadar yang sangat sedikit (kurang dari 1%) tetapi kadar alkaloid diatas 1% juga seringkali dijumpai seperti pada kulit kina yang mengandung 10-15% alkaloid dan pada Senecio riddelii dengan kadar alkaloid hingga 18%. Selain kadar yang kecil, alkaloid juga harus diisolasi dari campuran senyawa yang rumit. Proses isolasi, pemurnian, karakterisasi, dan penentuan struktur ini membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang tentunya memerlukan waktu yang lama untuk mendalaminya.
Tantangan berikutnya dalam penelitian setelah ditemukan senyawa alkaloid murni dan diketahui strukturnya, adalah dengan melakukan uji aktivitas biologi terutama untuk aplikasi farmakologi dan bioinsektisida. Setelah diketahui aktivitas biologinya, kemudian dilanjutkan dengan mempelajari studi molekular (uji klinis) lebih lanjut senyawa tersebut bagi organisme (terutama manusia). Seandainya alkaloid yang diteliti, memiliki kelayakan sebagai obat, maka tantangan lain bagi para peneliti adalah mensintesis senyawa tersebut, terutama untuk mencari jalur sintesis yang sederhana dan murah, sehingga dengan sintesis dapat menyediakan pasokan alternatif obat semacam itu yang sering sukar diperoleh dari sumber alam.
dalam bidang pengembangan ilmu alkaloid tidak berhenti sampai disini saja, adanya resistensi atau adanya efek ketagihan terhadap obat, menyebabkan para peneliti kembali disibukkan untuk mencari obat lain, yang salah satunya adalah dengan meneliti turunan-turunan senyawa yang berkhasiat tersebut.
Penelitian di bidang kimia alkaloid tiap tahun selalu berkembang pesat. Indonesia dengan kekayaan alamnya yang melimpah, merupakan gudang bagi tersedianya senyawa-senyawa alkaloid yang berkhasiat, yang siap untuk dieksplorasi dan dieksploitasi oleh para ilmuwan. Dalam usaha mengeksplorasi dan memanfaatkan senyawa alkaloid ini, perlu ditopang oleh paling tidak oleh tiga pihak yang berkerjasama yaitu pemerintah, dunia industri, dan para ilmuwan. Untuk itu perlu adanya kesamaan persepsi bahwa penelitian adalah investasi. Dengan kesamaan persepsi ini, diharapkan penelitian para ilmuwan tidak mentok pada tahap publikasi ilmiah saja tetapi sampai pada paten dan aplikasi langsung bagi masyarakat.
’’Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung atom nitrogen yang tersebar secara terbatas pada tumbuhan. Alkaloid kebanyakan ditemukan pada Angiospermae dan jarang pada Gymnospermae dan Cryptogamae. Senyawa ini cukup banyak jenisnya dan terkadang memiliki struktur kimia yang sangat berbeda satu sama lain, meskipun berada dalam satu kelompok.
Klasifikasi
Pengelompokan alkaloid biasanya didasarkan pada prekursor pembentuknya. Kebanyakan dibentuk dari asam amino seperti lisin, tirosin, triptofan, histidin dan ornitin. Sebagai contoh, nikotin dibentuk dari ornitin dan asam nikotinat.
Beberapa kelompok alkaloid disajikan dalam tulisan ini. Diantaranya adalah kelompok alkaloid benzil isoquinon, seperti: papaverin, berberin, tubokurarin dan morfin. Jenis alkaloid yang banyak terdapat pada famili Solanaceae, tergolong ke dalam kelompok alkaloid tropan, seperti: atropin, yang ditemukan pada Atropa belladona dan skopolamin. Kokain yang berasal dari tumbuhan koka, Erythroxylon coca, juga termasuk ke dalam kelompok ini, meskipun koka tidak termasuk anggota famili Solanaceae.
Alkaloid dengan struktur inti berupa indol, dikelompokkan sebagai alkaloid indol, seperti: strikhnin dan quinin yang berasa pahit dan merupakan senyawa penolak makan bagi serangga. Kelompok alkaloid pirrolizidin merupakan ester alkaloid pada genus Senecio, seperti: senecionin. Kelompok lain dari alkaloid yang berasal asam amino lisin adalah quinolizidin yang sering disebut sebagai alkaloid lupin karena banyak terdapat pada genus Lupinus. Alkaloid polihidroksi memiliki stereokimia yang mirip dengan gula, sehingga mengganggu kerja enzim glukosidase. Kelompok alkaloid polihidroksi merupakan penolak makan bagi serangga. Beberapa jenis alkaloid merupakan derivat dari asam nikotinat, purin, asam antranilat, poliasetat dan terpenes. Mereka dikelompokkan ke dalam alkaloid purin, seperti: kafein.

2.2.2 SAPONIN
Saponin adalah suatu glikosida yang mungkin ada pada banyak macam tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari metabolisme tumbuh-tumbuhan. Ke-mungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap seranga serangga.
Sifat-sifat Saponin adalah:
1)Mempunyai rasa pahit
2)Dalam larutan air membentuk busa yang stabil
3)Menghemolisa eritrosit
4)Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
5)Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksi steroid lainnya
6)Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
7)Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula empiris yang mendekati.

Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan permukaan (surface tension). Dengan hidrolisa lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (hexose, pentose dan saccharic acid).
Berdasarkan atas sifat kimiawinya, saponin dapat dibagi dalam dua kelompok:
1)Steroids dengan 27 C ¬ atom.
2)Triterpenoids, dengan 30 C ¬ atom.



Macam-macam saponin berbeda sekali komposisi kimiawinya, yaitu berbeda pada aglikon (sapogenin) dan juga karbohidratnya, sehingga tumbuh-tumbuhan tertentu dapat mempunyai macam-macam saponin yang berlainan, seperti:
•Quillage saponin : campuran dari 3 atau 4 saponin
•Alfalfa saponin : campuran dari paling sedikit 5 saponin
•Soy bean saponin : terdiri dari 5 fraksi yang berbeda

dalam sapogenin, atau karbohidratnya, atau dalam kedua-duanya. Kematian pada ikan, mungkin disebabkan oleh gangguan pernafasan. Ikan yang mati karena racun saponin, tidak toksik untuk manusia bila dimakan. Tidak toksiknya untuk manusia dapat diketahui dari minuman seperti bir yang busanya disebabkan oleh saponin.

Contoh glikosida lain adalah tioglikosida dan bensiltioglikosida. Bila dihidrolisa dengan enzim menghasilkan tiosianat, isotiosianat dan bensilsianat yang merupakan racun dan mempunyai sifat antitiroid. Zat-zat toksik tersebut ada pada bawang, selada air, kacang-kacangan seperti kacang tanah, kacang kedele dan juga pada macam-macam kol.

2.2.3 FLAVANOIDA
Flavanoids ditemukan di dalam tingkatan-tingkatan yang sangat tinggi di dalam buah apel, bawang-bawang dan teh. Teh Hijau (dan White teh) mempunyai kedua-duanya ditemukan untuk berisi sejumlah pengecualian dari flavanoids, karenanya mengapa mereka dianggap untuk memiliki kekayaan kesehatan promosional. Buah tomat adalah juga suatu sumber kaya dari terutama sekali flavanoids dan studi-studi terbaru sudah mengusulkan bahwa karena jumlah maksimum mempengaruhi buah tomat itu harus dimasak.
flavonoid disatukan melalui jalan kecil phenylpropanoid-acetate di dalam semua tumbuhan yang lebih tinggi. Itu bertanggung jawab atas banyak aktivitas biologi yang termasuk pigmen-pigmen, anti oksidatif atau agen-agen alergi anti, dan unsur-unsur pemberian isyarat di dalam formasi bongkol yang kecil-kecil. Beberapa di antara mereka adalah sungguh terbiasa di dalam hidup kita(kami yang sehari-hari.

2.2.4 TERPENOID
Terpena merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan dan terutama terkandung pada getah dan vakuola selnya. Pada tumbuhan, senyawa-senyawa golongan terpena dan modifikasinya, terpenoid, merupakan metabolit sekunder. Terpena dan terpenoid dihasilkan pula oleh sejumlah hewan, terutama serangga dan beberapa hewan laut. Di samping sebagai metabolit sekunder, terpena merupakan kerangka penyusun sejumlah senyawa penting bagi makhluk hidup. Sebagai contoh, senyawa-senyawa steroid adalah turunan skualena, suatu triterpena; juga karoten dan retinol. Nama "terpena" (terpene) diambil dari produk getah tusam, terpentin (turpentine).
terpenoid, kadang-kadang dikenal sebagai isoprenoids, adalah suatu besar dan kelas berbeda secara alami?tentu saja terjadi bahan-kimia organik serupa dengan terpena, yang berasal dari lima unit-unit isoprena karbon merakit dan memodifikasi di dalam ribuan jalan?cara. Yang paling adalah multicyclic struktur-struktur itu berbeda dengan satu sama lain tidak hanya di dalam golongan fungsional tetapi juga di dalam tulang;rangka-tulang;rangka karbon yang dasar mereka. Lipid-lipid ini dapat ditemukan di dalam semua kelas dari makhluk hidup, dan adalah yang paling besar kelompok terpenoid productsPlant alami(wajar digunakan secara ekstensif untuk kualitas mereka yang berbau harum. Mereka berperanan dalam jamu tradisional dan di bawah penyelidikan untuk anti bakteri, antineoplastik, dan fungsi-fungsi berkenaan dengan farmasi lain. Terpenoid berperan untuk bau harum dari pohon kayu putih, selera-selera dari kayu manis, cengkih-cengkih, dan jahe, dan warna dari bunga-bunga yang kuning. Terpenoid terkenal termasuk sitral, mentol, kapur barus, Salvinorin A di dalam tumbuhan Salvia divinorum, dan kanabinoid-kanabinoid menemukan di steroid-steroid CannabisThe dan sterol-sterol di dalam binatang-binatang secara biologic dihasilkan dari pendahuluan, tanda terpenoid. Kadang-kadang terpenoid ditambahkan kepada protein-protein, eg., untuk meningkatkan pemasangan mereka kepada selaput sel; hal ini dikenal sebagai isoprenylation.
Terpenoid merupakan kelompok metabolit sekunder terbesar. Saat ini hampir dua puluh ribu jenis terpenoid telah teridentifikasi. Kelompok ini merupakan derivat dari asam mevalonat atau prekursor lain yang serupa dan memiliki keragaman struktur yang sangat banyak. Struktur terpenoid merupakan satu unit isopren (C5H8) atau gabungan lebih dari satu unit isopren (Tabel 2), sehingga pengelompokannya didasarkan pada jumlah unit isopren penyusunnya.
Monoterpenoid umumnya bersifat volatil dan biasanya merupakan penyusun minyak atsiri. Monoterpenoid memberikan aroma yang khas pada tumbuhan. Monoterpenoid dikelompokkan sebagai a). asiklik, contoh: geraniol, b). monosiklik, contoh: limonene dan c). bisiklik, contoh: pinene. Untuk mencegah terjadinya keracunan diri (autotoxicity), tumbuhan membentuk tempat penyimpanan khusus.

Kelompok terbesar dari terpenoid adalah sesquiterpen yang juga merupakan penyusun minyak atsiri. Contoh yang cukup dikenal dari kelompok ini adalah poligodial dan warburganal yang merupakan zat penolak makan berbagai jenis serangga.
Diterpenoid, seperti asam resin (misalnya: asam abietat) dari tumbuhan keluarga pinus-pinusan dan klerodan (misalnya: ajugarin dari tumbuhan Ajuga remota) merupakan zat penolak makan bagi serangga.
Triterpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang tersebar luas dan beragam. Perwujudan dari senyawa ini dapat berupa resin, kutin maupun semacam gabus. Termasuk ke dalam kelompok ini adalah limonoid (misalnya: azadirachtin), lantaden, dan cucurbitacin (misalnya: cucurbitacin B). Azadirachtin terkenal sebagai zat penolak makan yang sangat kuat bagi serangga. Demikian juga dengan cucurbitacin.


2.2.5 Fenolik
Fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan pada tumbuhan. Fenolik memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksi (OH-) dan gugus-gugus lain penyertanya. Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya, fenol. Senyawa fenol kebanyakan memiliki gugus hidroksi lebih dari satu sehingga disebut sebagai polifenol
Kelompok terbesar dari senyawa fenolik adalah flavonoid, yang merupakan senyawa yang secara umum dapat ditemukan pada semua jenis tumbuhan. Biasanya, satu jenis tumbuhan mengandung beberapa macam flavonoid dan hampir setiap jenis tumbuhan memiliki profil flavonoid yang khas. Kerangka penyusun flavonoid adalah C6–C3–C6. Inti flavonoid biasanya berikatan dengan gugusan gula sehingga membentuk glikosida yang larut dalam air. Pada tumbuhan, flavonoid biasanya disimpan dalam vakuola sel.
Secara umum, flavonoid dikelompokkan lagi menjadi kelompok yang lebih kecil (sub kelompok), yaitu: (1) flavon, contoh: luteolin, (2) flavanon, contoh: naringenin, (3) flavonol, contoh: kaempferol, (4) antosianin dan (5) calkon.

Beberapa jenis flavon, flavanon dan flavonol menyerap cahaya tampak, sehingga membuat bunga dan bagian tumbuhan yang lain berwarna kuning atau krem terang. Sedangkan jenis-jenis yang tidak berwarna merupakan zat penolak makan bagi serangga (contoh: katecin) ataupun merupakan racun (contoh: rotenon). Rutin, yang merupakan glikosida flavonol yang tersebar di hampir semua jenis tumbuhan, juga merupakan zat penolak makan yang kuat bagi serangga polifagus, seperti Schistocerca americana. Sementara itu paseolin, dilaporkan merupakan glikosida flavonol yang paling efektif sebagai zat penolak makan bagi serangga. Pada percobaan dengan kumbang pemakan akar, Costelytra zealandica, paseolin memberikan nilai FD50 yang sangat rendah yaitu 0.03 ppm.Tanin merupakan senyawa polifenol dengan berat molekul antara 500 sampai dengan 20000 dalton. Pada sel tumbuhan, tanin selalu berikatan dengan protein sehingga disebut merupakan zat yang menurunkan nilai nutrisi dari jaringan tumbuhan bagi pemakannya.


III. PROSEDUR KERJA

3.1 Alat
Alat yang digunakan untuk fitokimia adalah lumpang, stamfer, pipet tetes, botol 100 ml, botol 250 ml, penangas air, tabung reaksi, penjepit kayu
.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan untuk fitokimia adalah sampel bayam, pasir, kloform, kloform amoniak, asam sulfat 2N, pereaksi Mayer, aquadest, etanol, larutan besi (III) klorida, asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat, HCL pekat, serbuk logam Mg.

3.3 Uji fitokimia
Kandungan kimia dari tumbuhan yang di peroleh, ada beberapa yang di uji langsung di lapangan, namun sebagian besar di lakukan di laboraturium.

3.3.1. Uji alkaloid dengan metoda Culvernor
Fitsgerald
4 gram sampel dihaluskan di dalam lumpang dengan menambahkan sedikit pasir kemudian tambahkan 10 ml kloform, setelah digiling halus tambahkan 10 ml kloform amoniak 0,05 N, gerus perlahan dan saring larutan dengan saringan kapas, masukan ke dalam tabung reaksi dengan pipet tetes, masukan 10 tetes asam sulfat 2 N, kocok perlahan biarkan memerah, ambil lapisan asam (bagian atas) pindahkan ke tabung reaksi lain kemudian tanbahkan beberapa tetes pereaksi mayer. Reakasi positif dengan adanya kabut putih sampai dengan gumpalan putih.


3.3.2. Uji Steroid, Terpenoid, Saponin dan senyawa
Fenol dengan metoda simes dkk.
4 gram sampel dipotong halus, didihkan dalam 25 ml etanol selama 15 menit, saring dalam keadan panas, biarkan seluruh etanol menguap sampai kering. Tambahkan kloform dan air suling (1:1) sebanyak 5 ml masing-masingnya, kocok kemudian pindahkan dalam sebuah tabung reaksi, biarkan terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air dan lapisan kloroform. Beberapa tetes lapisan air dimasukan ke dalam plat tetes, kemudian tambahkan pereaksi besi (III) klorida. Terbentuknya warna biru menandakan senyawa fenolik. Ambil lapisan kloform dengan pipet yang berisi norit, tampung dalam plat tetes, kemudian keringkan. Tambahkan pereaksi Lieberman Bauchard (H2SO4 p + asam asetat anhidrat). Jika timbul warna merah berarti terpenoid, jika warna hijau atau biru berarti steroid. Sebagian lapisan air dikocok kuat dalam tabung reaksi, terbentuknya busa yang permanen (selama 15 menit) menunjukan adanya saponin.


3.3.3. Uji Flavonoid dengan metoda Sianidin test
4 gram sampel dipotong halus dan didihkan dalam 25 ml etanol, saring selagi panas. Fitrat yang didapat diuapkan sampai setengahnya, kemudian tambahkan HCL pekat 0,1 ml dan serbuk mg. Adanya flavonoid ditandai dengan timbulnya warna merah.






IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HASIL
Hasil yang diperoleh dalam pemeriksaan metabolit sekunder di laboratorium yaitu :
1. Tumbuhan Syzygium Aqueum
2. Tumbuhan Sauropus Androgynus
3. Tumbuhan Gnetum Gnemon
4. Tumbuhan Coffea Robusta
5. Tumbuhan Artocarpus Heterophyllus
6. Tumbuhan Averrhoa Bilimbi

4.2. PEMBAHASAN

Pada praktikum yang telah dilakukan, sampel yang digunakan adalah simplisia yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari kuliah lapangan yang dilakukan di Malibo Anai. Sampel yang didapat dalam keadaan segar.
Hasil yang didapat pada pengujian laboratorium mengalami perbedaan dengan yang ada pada literatur. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan dan kerusakan pada reagen ataupun sampel.
Hasil yang didapatkan pada saat pengujian di laboratorium mungkin akan mendapatlan hasil yang negatif palsu. Untuk flafon negatif palsu dapat disebabkan oleh jumlah ekstrak sampelyang terlalu banyakjika dibandingkan dengan HCL pekat, sehingga menyebabkan HCL menjadi encer.pada terpen negative palsu, dapat disebabkan oleh norit yang belum aktif. Sedangkan hasil yang negatif palsu pada saponin yang seringkali ditemulan pada praktikan dapat disebabkan oleh pengeringan etanol yang tidak sempurna.
Pada alkaloid ( walaupun tidak dilaksanakan di laboratorium ) juga bisa mendapatkan hasil yang negatif palsu. Kemungkinan penyebabnya diantaranya, terjadinya kelebihan ataupun kekurangan dalam penambahan pereaksinya, atau kandungan alkaloid yang relatif sedikit yang terdapat pada sampel. Selain negatif palsu juga terdapat positif palsu pada pemeriksaan alkaloid ini. Hal ini dapat disebabkan karna adanya senyawa lain pada alkaloid yang memiliki gugus N, sehingga ia berikatandengan K2HgI4 yang terdapat pada reagen meyerdan memberikan hasil positif dengan adanya kabut putih sampai endapan putih.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan kuliah lapangan yang telah dilakukan dan dilanjutkan dengan pengujian kandungan kimia dari tumbuhan yang diperoleh, dapat disimpulkan :
1. kuliah lapangan dapat menambah pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu yang diperoleh pada perkuliahan
2. pengujian kandungan kimia dapat menggunakan simplisia yang segar ataupun dengan meggunakan simplesia kering.
3. tidak semua senyawa metabolit sekunder terdapat pada tiap tumbuhan, hanya beberapa saja dan tergantung pada beberapa spesies tumbuhan.
4. hasil yang diperoleh ada yang memberikan hasil yang negatif palsu ataupun positif palsu, hal ini bisa saja disebabkan oleh kesalahan pada reagen ataupun dalam mereaksikannya.
5. dari pengujian kandungan kimia yang telah dilakukan di laboratorium, umumnya pada setiap tumbuhan terdapat alkaloid dan senyawa fenolik

5.2 Saran


Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka disarankan untuk memilih bahan yang masih segar, karena kalau bahan yang tidak segar akan menyulitkan kita untuk mengidentifikasi senyawa metabolit sekundernya.
Setiap mahasiswa diwajibkan untuk memahami prosedur kerja dengan baik agar tidak terjadi kesalahan selama praktikum
Harus hati-hati dan teliti dalam mengamati warna, hasilnya, dan penambahan reagen











DAFTAR PUSTAKA

1. www.wikipedia.org / wikipedia indonesia
2. www.iptek.net / Tanaman Obat Indonesia
3. www.medical.com / penanganan tumbuhan obat
4. www.chemestry.com kimiawi
5 www.abtractofdrug.com / abstaract
6. www.rizkyyulion.wordpress.com / article
7. www.wikipedia.com/semua tentang tanaman obat (English)
8. www.tododrug.com / penggunaan obat